Monday, January 07, 2019

Senja dan Kamu..


Aku menatap wajahnya dari bingkai kacamata milikku, memandanginya dari samping dengan hati yang terus mengelu-elukan keindahan parasnya, dengan rambut yang tersapu angin ia terus terjaga dengan senyuman itu, sesekali ia menghela napas seolah tengah menyapa setiap angin yang melewatinya. Tak ada yang aku harapkan selain berdoa waktu terhenti ketika aku di dekatnya, dan dapat melihat senyuman indahnya dari sudut terdekat.

Senja mulai menampakan keindahannya, namun tetap saja seolah keindahannya tak dapat menandingi dirinya. Ahh, aku mulai berlebihan menganguminya. Ia menatap senja dengan wajah yang tiba-tiba sendu, matanya mulai berkaca-kaca iapun menoleh kearahku.

"Senja memang tak akan pernah berubah, akan tetap sama. bisakah aku seperti senja yang bagaimanapun tetap akan sama?. aku takut semakin berjalannya waktu, sakit ini menggerogotiku, hingga membuat oranglain tak mengenaliku." Tak lama setelah ucapannya ia menunduk seolah tak berani menatap senja.

"Senja." Panggilku yang berusaha menenangkannya. "Bagimanapun kamu dan senja akan tetap sama, menenangkanku, membuatku selalu merindukan keindahannya." Ucapku yang terus tersenyum kearahnya.
Mendengar ucapanku ia tersenyum "Terimakasih karena selalu ada untukku, bahkan kau tidak malu membawa wanita dengan kursi roda sepertiku kesini."

Kini aku kembali tersenyum, perasaan dalam hatiku semakin berdesakan seolah memintaku untuk mengatakan semua padanya. ia mungkin menganggapku hanya seorang teman, teman yang peduli degan kondisi dia saat ini. namun sebenarnya, yang aku rasa jauh lebih dari itu, semua berawal dari kebersamaan kami ketika aku dan dia mendapatkan tugas yang sama di dalam sebuah organisasi kampus. seiring berjalannya waktu kekaguman itupun berubah menjadi rasa takut kehilangan, hingga akhirnya aku sadar bahwa aku mulai mencintainya. Mencintainya dalam dia selama 6 tahun, cukup membuatku kehabisan energi karena terus berusaha tidak cemburu setiap kali ia menceritakan tentang kekasihnya.

"Untuk apa malu ? aku bahkan bangga karena dapat membawa mu menatap senja setelah sekian lama, juga dapat membuat senja iri karena kamu lebih indah dari semua yang ada disini" ucapku yang membuatnya tersipu malu.
"Aku pernah bermimpi untuk dapat menikmati senja bersama Reega, tapi itu hanya sebuah mimpi. bahkan aku tak pernah membayangkan bagaimana Reega meninggalkanku disaat aku jatuh seperti ini, bahkan untuk berjalanpun sulit." Ucapnya yang penuh lirih.

Aku menggenggam tangannya, aku tahu bahwa ia memiliki luka. mungkin lukanya tak sebesar punyaku, namun luka yang ia miliki sangatlah dalam. bagaimana ia harus kehilangan orang yang ia cintai, hanya karena fisiknya yang berubah setelah sebuah penyakit jahat menyerangnya. namun aku, sungguh tak mempedulikan itu semua, karena aku mencintai hatinya, mencintai apa yang hatinya miliki bukan hanya sebatas fisik.

"Kamu tidak perlu sedih, ataupun takut. karena kamu memiliki ku." Ucapku yang masih menggenggam tangannya. Air mata masih membasahi pipinya, ia terlihat berusaha menahan airmatanya. walau apa yang ia lakukan itu seolah sia-sia. aku menghapus airmata di pipinya dengan tanganku, ia menatapku sekilas sebelum akhirnya memalingkan wajahnya dariku juga melepaskan genggaman tanganku..

"Maaf, aku yang selalu merepotkanmu, membuatmu banyak menghabiskan waktu di rumah sakit hanya untuk menemaniku. membuatmu berpikir keras hanya untuk mewujudkan mimpiku untuk bertemu dengan senja. aku memang pantas untuk dikasihani." Ucapnya yang diakhiri tawa yang terlihat sangat memaksakan.
Aku kembali menggenggam tangannya dan berusaha menatapnya. Ia mulai menatapku dengan wajah yang seolah mengartikan bahwa aku tak perlu lakukan apapun lagi untuknya, "Aku melakukan itu semua bukan karena aku kasian sama kamu, namun lebih dari itu." Aku menghela nafas mencoba menenangkan hatiku yang bergemuruh mendengar apa yang tadi ia katakan."Karena aku mencintaimu."

Mendengar ucapanku ia terlihat terkejut namun dengan cepat ia merubah mimik wajahnya seolah tengah mendengar aku membawakan sebuah lelucon. ia tertawa dengan tawa yang di paksakan. "Kamu mencintai gadis berkursi roda ini, yang hidupnya tidak lama lagi.?" Tanyanya.
"Aku mencintaimu, sungguh bukan karena kamu mengalami semuanya. namun lebih karena aku mencintai hatimu, mencintai apa yang ada dalam diri kamu. aku tak peduli kamu duduk di kursi roda atau umur mu yang  telah di prediksi Dokter, aku sungguh tak peduli." Ucapku yang berusaha menjelaskan semua apa adanya.

Ia tiba-tiba melepaskan tangannya dari genggaman ku, ia memalingkan wajahnya dan kembali menatap senja yang mulai memudar.
"Apa kamu memiliki perasaan itu sejak lama?" tanyanya yang sekilas menoleh kearahku, dan di balas dengan anggukan ku. "Kamu mencintai aku sejak lama, hingga sekarang aku seperti ini." Lanjutnya. setelah ucapan itu ia menghela nafas cukup dalam seolah menenangkan dirinya sendiri, ia menggigit bibirnya seolah menahan air mata yang mungkin akan kembali membasahi pipinya.
"Mengapa kamu menyakiti dirimu sendiri degan mencintaiku.?"
"Aku hanya melakukan apa yang hatiku inginkan, dan mencintaimu hingga ada di titik ini sungguh diluar kendaliku. karena kenyataanya aku memang menikmati sakit itu hingga sekarang, membuatku terus berada di dekatmu, dan bersyukur karena Tuhan menciptakanmu dalam hidupku. maafkan aku yang telah menjadi seorang pengecut karena tidak dapat mengungkapkan semuanya padamu dari awal"

Kini giliran ia yang menatap kearahku, dengan air mata yang membasahi pipinya, "Maafkan aku yang terlalu bodoh untuk mengartikan semuanya. maafkan aku yang tak pernah menyadari semua perasaanmu sejak lama bahkan hingga saat ini. Aku menyia-nyiakan pria baik untuk berada di dekatku, maafkan aku yang tanpa sengaja menyakitimu. andai aku tahu sejak awal, mungkin aku tak akan membuatmu harus menahan sakit itu selama ini". Ucapnya yang terbata-bata dengan membiarkan airmata terus membasahi pipinya.

Tiba-tiba mataku berkaca-kaca, apa yang ia katakan terdengar sangat tulus. bahkan aku terus merutuki diriku karena pengakuanku membuatnya menangis. bukankah aku pernah berjanji untuk tidak membuatnya menangis, namun nyatanya hari ini aku membuatnya menangis. Aku kembali memeluknya, menyandarkan kepalanya di dalam dadaku.
"Berada dititik ini menjadi orang yang selalu ada di dekatmu. sudah cukup mengobati semuanya." Ucapku yang berusaha tegar di depannya. aku melepaskan pelukan itu perlahan, dan mulai mencium keningnya setelah itu aku menghapus airmata di pipinya.

"Mari kita mulai semua dari awal, kita masih punya banyak waktu bukan. kita belum terlambat." Ucapku yang tersenyum kearahnya dengan tangan yang masih menggenggam tangannya. Kini senyum mulai kembali menghiasi wajahnya, ia mengangguk seolah setuju dengan ucapanku.
"Aku mencintaimu, Senja." Ucapku yang sukses membuatnya tersenyum tersipu malu.
"Terimakasih buat semuanya Arham." Ucapnya yang tiba-tiba mencium pipiku. "Aku mencintaimu." ucapnya pelan namun terdengar cukup jelas di telingaku.

Hari mulai gelap, senja mulai menghilang dari hadapan kami berdua. namun hilangnya senja menimbulkan banyak warna dalam hatiku. senja mungkin akan menghilang dan akan kembali esok hari, namun senja yang aku miliki ia akan tetap menjadi senja yang mengisi hatiku, mengobrak-abrik hatiku namun juga obat dari semua sakit yang aku rasakan. Ini memang bukan akhir dari semuanya, karena setelah ini aku maupun dia tak pernah tahu apa yang akan terjadi. namun kami akan berusaha menghadirkan banyak kebahagiaan dalam hidup kami setelah ini.

0 komentar:

Post a Comment

Ayo Cari tahu !!

Popular Posts

Blogroll

 
Dunia Diana Chandri Blogger Template by Ipietoon Blogger Template