Saturday, January 26, 2019

Menuju Puncak


Aku dan kamu adalah manusia yang di pertemukan begitu saja. pertemuan kita menjadikan kita sama-sama seolah mengenal satu sama lain. Kita melangkah mempersiapkan semua menjemput takdir. Entah bagaimana caranya seketika aku yakin begitu saja denganmu.

Hari itupun tiba, kita bersiap menjemput takdir dipuncak sana. Kita berjalan semakin mendekat satu sama lain, berusaha agar tetap bersama hingga di puncak. kitapun menapaki kerikil demi kerikil yang menghadang kita di tengah perjalanan.

Kita menikmati setiap tawa yang terkadang hadir di tengah perjalanan, canda yang kita sajikan membuat kita merasa semakin dekat satu sama lain. tangan kita yang saling berpegangan seolah tengah satu tujuan dan seolah kita akan tetap bersama terus hingga puncak.

Terkadang aku mengira apa yang aku sangat yakin kepadamu, terkadang kamupun merasakan hal yang sama. terkadang aku berpura-pura menutupi ketakutanku hanya karena bersamamu aku yakin tak ada yang perlu aku takutkan.

Hingga di tengah perjalanan, aku tak dapat lagi bertahan. fisikku terkoyak secara tidak langsung dan membuatku terjatuh. aku tak dapat lagi berjalan hanya berharap kamu mengulurkan tanganmu untuk membantuku, juga berharap kamu menyediakan bahu lebarmu untuk ku bersandar. agar aku dapat mengistirahatkan tubuhku di sampingmu, namun pada kenyataannya kamu tidak dapat melakukannya.

Kamu melepaskan genggaman tangan kita, dan tersenyum tanpa aku tahu maksud dari senyummu. kau berbalik arah dan mulai berjalan pergi meninggalkanku, seolah kamu tak ingin menghabiskan waktumu hanya untuk menungguku pulih.  kau berlari dan menemukan jalan terbaik menuju ke puncak, sedangkan aku masih tertinggal di belakang. terpuruk, tak berdaya.

Aku masih berharap kau kembali menemuiku, membantuku melewati masa sulitku. dan sama-sama menuju ke puncak. namun sayang rasanya itu hanya sebuah harapan kosong karena pada kenyataannya, kau tak akan pernah kembali. dan aku masih akan terus terpuruk dan masih mencari jalan menuju kearah mu.

Beberapa orang yang mengetahui kondisiku, membantuku menyembuhkan lukaku. membantu mengobatinya. sebagian dari merekapun memberiku petunjuk jalan terbaik untuk dapat segera menemuimu di puncak sana. kau tahu aku mungkin kecewa dan kesal kau meninggalkanku ketika aku terpuruk. namun mungkin karena rasa yang aku miliki membuatku terus berusaha berjalan kearah mu.

Sepanjang perjalanan menuju kearah mu, aku mendengar teriakan beberapa orang yang memintaku untuk menyerah, sebagian dari mereka merutuki keegoisanku yang masih berharap padamu. sebagian lagi menceritakan kenyataannya jika kamu telah bertemu dengan orang lain yang entah bagaimana membantumu ketika hendak menuju puncak.

Langkahku sedikit demi sedikit mulai melambat, hingga tiba-tiba aku kembali terjatuh di tengah jalan. kembali tak ada yang membantuku, karena aku hanya sendiri. sesekali beberapa penyesalan melintas dalam pikiranku, bagaimana bisa aku mengharapkanmu yang bahkan kau sendiri sudah tak peduli denganku. aku menyesali keputusanku yang telah berusaha berjalan kearahmu, tanpa memikirkan diriku sendiri yang tengah terluka.

Aku sendiri merangkul tubuhku, menenangkan hatiku yang terluka parah karenamu. aku terus berusaha membuat diriku bangkit untuk menghadapi apapun yang akan menghadang termasuk melihatmu membanggakan dirimu yang tengah mencapai puncak.

Walau semua berakhir seperti ini setidaknya aku bahagia karena dapat membantumu, menemanimu ketika masih sama-sama mencari jalan menuju puncak, melewati banyak rintangan juga kerikil yang kadang membuat tubuh kita tak seimbang. tak apa jika kamu bahagia tengah berada di puncak kebahagiaan bersama ia.

Aku yakin aku akan di pertemukan dengan seseorang yang membantuku menuju puncak, menapaki langkah demi langkah. melewati setiap rintangan yang mungkin tak dapat di prediksi juga terus bersama denganku dalam situasi apapun. Bahkan jika aku terjatuh berkali-kali hingga dapat merasakan puncak.


Bagiku,  sama-sama berjuang dari awal itu lebih baik, dari pada hanya menunggu di puncak.

Monday, January 21, 2019

Kamu Dan Aku, Kita.


Kamu dan aku, adalah sepasang manusia yang berusaha menjemput takdir, bukan hanya diam menunggu. Kita sama-sama mencari tanpa tahu apa yang sebenarnya kita cari. Kitapun terus menerka takdir itu sendiri tanpa kita tahu mengapa kita harus menerka-nerka takdir.

Kamu dan aku, adalah sepasang manusia yang berharap dapat sembuh dari sakit yang kita miliki masing-masing. Sakitku yang ditinggal pergi oleh seseorang,  juga sakitmu yang kehilangan seseorang. Kita memang sama-sama mencari obat untuk menyembuhkannya, walau kita sendiri tak yakin bahwa luka itu dapat sembuh.

Kamu dan akupun terus mencari, kita tak ingin menjadi manusia pemilih. karena nyatanya kita sudah lelah di permainkan takdir. kita hanya ingin sembuh tanpa harus kembali mengalami sakit yang mungkin sama. kita hanya ingin dilengkapi bukan hanya pelengkap.

Terkadang aku menemukan seseorang lain, yang membuatku yakin bahwa ialah obat atas luka ku. begitupun kamu yang mengambil keputusan untuk lebih mendekat pada ia yang kau pikir takdirmu. namun kita sama-sama di terkam takdir itu sendiri karena kenyataanya apa yang kita harapkan belum tentu adalah yang terbaik untuk kita.

Kita menjadi manusia yang putus asa, hingga akhirnya entah dari mana dan bagaimana. semua berjalan begitu saja, aku bertemu denganmu dan kamu bertemu denganku. kita sama-sama memiliki luka yang meminta untuk di sembuhkan, perjumpaan kita kala itu memang jauh dari kata sempurna bahkan semua berjalan begitu saja. 

Kita yang sempat menyerah kini kembali menemukan satu kebahagiaan, sebuah keyakinan. bahwa takdir memang tak pernah salah dan seketika itu aku meyakini bahwa mungkinkah selama ini pencarian yang kita sama-sama lakukan adalah sia-sia? karena bagimanpun kamu ditakdirkan untukku, dan aku di takdirkan untukmu? tanpa kita sadar bahwa sebenarnya, kita terikat dalam takdir. sejauh apapun  kita melangkah nyatanya Tuhan telah mengikat kita dalam satu keyakinan satu sama lain.

Aku dan kamu yang semakin yakin akan takdir yang mempertemukan kita, mulai melangkah lebih dekat hingga akhirnya semestapun menjawab semuanya. jawab yang membuat kita semakin yakin bahwa kebahagiaan kita jauh lebih besar daripada luka itu sendiri. semesta menjawab lewat restu semua pihak, restu ayahku yang mengizinkanmu menjadi pria yang aku cintai selain dia, juga restu dari ibumu yang mengizinkanmu mencintaiku selain dia.

Kita mungkin tak akan pernah yakin luka itu sembuh jika kita tidak sama-sama mencari obat penyembuhnya. kamu adalah obat semua rasa dalam hatiku, juga alasan setiap kebAhagiaan yang aku dapatkan. Tuhan memang tak pernah membiarkan umatnya sendiri dalam kesedihan, dan aku yakin itu.

Terimakasih telah menemukanku, telah menjadikanku tujuan atas kebahagiaan yang kamu ciptakan. Kita mungkin memiliki cerita atas luka yang kita miliki, namun biarlah. tidak akan ada kita yang sekuat ini tanpa cerita juga luka yang kita miliki dimasalalu.

Thursday, January 10, 2019

Mengenang Bukan Berarti Mengulang



Hai Gi, Bagaimana kabarmu?
Aku dengar kau baik-baik saja, menjadi karyawan teladan dan di angkat menjadi karyawan tetap dalam selisih satu tahun kamu bekerja. Aku ikut bahagia dengan berita itu, sangat ikut merasakan kebahagiaan atas pencapaian yang telah kamu dapatkan.

Aku yakin kamu akan bertanya darimana aku tahu semua itu? Entah apa yang mungkin akan memenuhi pikiranmu kala mengetahui soal ini. Teman-temanmu yang memberitahuku, ya Gino, Dedi, dan teman-teman sekolahmu yang lainnya. Aneh memang, setelah apa yang kita alami mereka masih menceritakan tentang kamu kepadaku. Mulai dari Hobby barumu, belajar bermain gitar juga beberapa moment yang kamu lalui setelah memutuskan menjauh dariku.

Selain cerita kegiatanmu, mereka menceritakan tentang kekasih barumu?
Ya, seseorang yang kini bersama denganmu. seseorang yang selalu ada untukmu, dan menghabiskan banyak waktu bersamamu. Ada rasa sakit ketika mendengar itu, sungguh sangat menyesakan. karena ternyata kamu telah menemukan kebahagiaan barumu sedangkan aku masih terbaring dengan luka yang menganga. Percayakah kamu, sampai saat ini aku masih berharap kamulah obat atas rasa sakit yang kamu timbulkan. aku tahu ini adalah sebuah ketidakmungkinan, juga mengetahui kamu telah dimilikinya cukup membuat sakit itu kembali menyeruak ke dasar hatiku.

Gi, Kita pernah menjadi orang yang cukup dekat, namun kini kita berjalan di jalan masing-masing. aku dengan kesibukanku menjadi seorang penulis dan kamu dengan kesibukanmu lainnya. Untuk bertemu atau bahkan bersapapun sulit rasanya, bahkan mencoba menyapamu di dunia mayapun aku tak berani. rasanya memendam semuanya dan mendoakan terbaik untukmu jauh lebih baik dari pada mengatakannya langsung padamu.

Aku berulang kali berusaha mengklik tombol Enter untuk mengirim pesan ini kepadamu, namun beberapa kali aku mengurungkan niatku. rasanya aku tak perlu lagi berurusan denganmu, aku tak ingin mengganggumu dengan pesanku ini. Namun nyatanya pikiranku terus berputar memikirkanmu, hingga akhirnya aku memberanikan diri mengirimimu pesan ini. Aku tak bermaksud membuatmu bertanya-tanya, hanya rasanya apa yang dahulu kita jalani tanpa sebuah kata berakhir maka izinkan aku dengan pesan ini menyampaikan beberapa kata yang mungkin sempat membuat kita  menerka-nerka hingga membuat kesinmpulan sendiri.

Aku ingin mengatakan satu hal, dahulu kamu pernah menerka-nerka tentang perasaanku bukan? dan akhirnya membuat kesimpulan sendiri bahwa aku tak mencintaimu, bahwa aku tak memiliki perasaan sepertimu. hingga akhirnya kau memutuskan pergi dari hidupku,  itu semua adalah kesalahan. karena aku jatuh cinta bahkan ketika pertama kali bertemu denganmu, dan berada di titik mengenalmu adalah sebuah kebahagiaan untukku.

Gi, aku tak bermaksud mengulang cerita kita, aku tak ada niat membuatmu menngenang masalalu. namun bagiku mengenalmu adalah sebuah kebahagiaan, karena dengan mengenalmu aku mengerti banyak hal. mulai dari rasa kagum yang diam-diam hingga rasa sakit yang ditimbulkan saat di tinggalkanmu pergi. apalagi yang harus aku utarakan disini, sepertinya semua sudah mewakili kekeliruan kita selama satu setengah tahun terakhir ini. Jika harus jujur, aku memang masih beberapa kali merindukanmu. Jika kamu bertanya mengapa? aku tak tahu. tak ada jawaban dan alasan pasti mengapa.

Semoga kamu bahagia ya bersama dia, semoga dia menjadi pelabuhan terakhirmu. Aku yakin, jika kamu dapat menemukan kebahagiaan baru maka akupun akan menemukannya. aku tahu ini tidak mudah, jujur saja setelah kepergianmu aku menutup hatiku dari semua jenis lelaki. setelah ini aku mencoba membukanya, karena "kebahagiaan itu kita yang buat bukan" ah kamu pernah mengatakan itu ketika aku tengah putus asa dahulu.

Gi.
Sudahlah, aku sungguh tak ingin membuatmu menjadi mengenang masalalu. biarkanlah masalalu menjadi pengalaman agar kita menjadi lebih baik lagi kedepannya. Terimakasih untuk semua rasa yang hadir dan bersemayam di dalam hatiku cukup lama. 


Selamat pagi, selamat beraktifitas.

Monday, January 07, 2019

Senja dan Kamu..


Aku menatap wajahnya dari bingkai kacamata milikku, memandanginya dari samping dengan hati yang terus mengelu-elukan keindahan parasnya, dengan rambut yang tersapu angin ia terus terjaga dengan senyuman itu, sesekali ia menghela napas seolah tengah menyapa setiap angin yang melewatinya. Tak ada yang aku harapkan selain berdoa waktu terhenti ketika aku di dekatnya, dan dapat melihat senyuman indahnya dari sudut terdekat.

Senja mulai menampakan keindahannya, namun tetap saja seolah keindahannya tak dapat menandingi dirinya. Ahh, aku mulai berlebihan menganguminya. Ia menatap senja dengan wajah yang tiba-tiba sendu, matanya mulai berkaca-kaca iapun menoleh kearahku.

"Senja memang tak akan pernah berubah, akan tetap sama. bisakah aku seperti senja yang bagaimanapun tetap akan sama?. aku takut semakin berjalannya waktu, sakit ini menggerogotiku, hingga membuat oranglain tak mengenaliku." Tak lama setelah ucapannya ia menunduk seolah tak berani menatap senja.

"Senja." Panggilku yang berusaha menenangkannya. "Bagimanapun kamu dan senja akan tetap sama, menenangkanku, membuatku selalu merindukan keindahannya." Ucapku yang terus tersenyum kearahnya.
Mendengar ucapanku ia tersenyum "Terimakasih karena selalu ada untukku, bahkan kau tidak malu membawa wanita dengan kursi roda sepertiku kesini."

Kini aku kembali tersenyum, perasaan dalam hatiku semakin berdesakan seolah memintaku untuk mengatakan semua padanya. ia mungkin menganggapku hanya seorang teman, teman yang peduli degan kondisi dia saat ini. namun sebenarnya, yang aku rasa jauh lebih dari itu, semua berawal dari kebersamaan kami ketika aku dan dia mendapatkan tugas yang sama di dalam sebuah organisasi kampus. seiring berjalannya waktu kekaguman itupun berubah menjadi rasa takut kehilangan, hingga akhirnya aku sadar bahwa aku mulai mencintainya. Mencintainya dalam dia selama 6 tahun, cukup membuatku kehabisan energi karena terus berusaha tidak cemburu setiap kali ia menceritakan tentang kekasihnya.

"Untuk apa malu ? aku bahkan bangga karena dapat membawa mu menatap senja setelah sekian lama, juga dapat membuat senja iri karena kamu lebih indah dari semua yang ada disini" ucapku yang membuatnya tersipu malu.
"Aku pernah bermimpi untuk dapat menikmati senja bersama Reega, tapi itu hanya sebuah mimpi. bahkan aku tak pernah membayangkan bagaimana Reega meninggalkanku disaat aku jatuh seperti ini, bahkan untuk berjalanpun sulit." Ucapnya yang penuh lirih.

Aku menggenggam tangannya, aku tahu bahwa ia memiliki luka. mungkin lukanya tak sebesar punyaku, namun luka yang ia miliki sangatlah dalam. bagaimana ia harus kehilangan orang yang ia cintai, hanya karena fisiknya yang berubah setelah sebuah penyakit jahat menyerangnya. namun aku, sungguh tak mempedulikan itu semua, karena aku mencintai hatinya, mencintai apa yang hatinya miliki bukan hanya sebatas fisik.

"Kamu tidak perlu sedih, ataupun takut. karena kamu memiliki ku." Ucapku yang masih menggenggam tangannya. Air mata masih membasahi pipinya, ia terlihat berusaha menahan airmatanya. walau apa yang ia lakukan itu seolah sia-sia. aku menghapus airmata di pipinya dengan tanganku, ia menatapku sekilas sebelum akhirnya memalingkan wajahnya dariku juga melepaskan genggaman tanganku..

"Maaf, aku yang selalu merepotkanmu, membuatmu banyak menghabiskan waktu di rumah sakit hanya untuk menemaniku. membuatmu berpikir keras hanya untuk mewujudkan mimpiku untuk bertemu dengan senja. aku memang pantas untuk dikasihani." Ucapnya yang diakhiri tawa yang terlihat sangat memaksakan.
Aku kembali menggenggam tangannya dan berusaha menatapnya. Ia mulai menatapku dengan wajah yang seolah mengartikan bahwa aku tak perlu lakukan apapun lagi untuknya, "Aku melakukan itu semua bukan karena aku kasian sama kamu, namun lebih dari itu." Aku menghela nafas mencoba menenangkan hatiku yang bergemuruh mendengar apa yang tadi ia katakan."Karena aku mencintaimu."

Mendengar ucapanku ia terlihat terkejut namun dengan cepat ia merubah mimik wajahnya seolah tengah mendengar aku membawakan sebuah lelucon. ia tertawa dengan tawa yang di paksakan. "Kamu mencintai gadis berkursi roda ini, yang hidupnya tidak lama lagi.?" Tanyanya.
"Aku mencintaimu, sungguh bukan karena kamu mengalami semuanya. namun lebih karena aku mencintai hatimu, mencintai apa yang ada dalam diri kamu. aku tak peduli kamu duduk di kursi roda atau umur mu yang  telah di prediksi Dokter, aku sungguh tak peduli." Ucapku yang berusaha menjelaskan semua apa adanya.

Ia tiba-tiba melepaskan tangannya dari genggaman ku, ia memalingkan wajahnya dan kembali menatap senja yang mulai memudar.
"Apa kamu memiliki perasaan itu sejak lama?" tanyanya yang sekilas menoleh kearahku, dan di balas dengan anggukan ku. "Kamu mencintai aku sejak lama, hingga sekarang aku seperti ini." Lanjutnya. setelah ucapan itu ia menghela nafas cukup dalam seolah menenangkan dirinya sendiri, ia menggigit bibirnya seolah menahan air mata yang mungkin akan kembali membasahi pipinya.
"Mengapa kamu menyakiti dirimu sendiri degan mencintaiku.?"
"Aku hanya melakukan apa yang hatiku inginkan, dan mencintaimu hingga ada di titik ini sungguh diluar kendaliku. karena kenyataanya aku memang menikmati sakit itu hingga sekarang, membuatku terus berada di dekatmu, dan bersyukur karena Tuhan menciptakanmu dalam hidupku. maafkan aku yang telah menjadi seorang pengecut karena tidak dapat mengungkapkan semuanya padamu dari awal"

Kini giliran ia yang menatap kearahku, dengan air mata yang membasahi pipinya, "Maafkan aku yang terlalu bodoh untuk mengartikan semuanya. maafkan aku yang tak pernah menyadari semua perasaanmu sejak lama bahkan hingga saat ini. Aku menyia-nyiakan pria baik untuk berada di dekatku, maafkan aku yang tanpa sengaja menyakitimu. andai aku tahu sejak awal, mungkin aku tak akan membuatmu harus menahan sakit itu selama ini". Ucapnya yang terbata-bata dengan membiarkan airmata terus membasahi pipinya.

Tiba-tiba mataku berkaca-kaca, apa yang ia katakan terdengar sangat tulus. bahkan aku terus merutuki diriku karena pengakuanku membuatnya menangis. bukankah aku pernah berjanji untuk tidak membuatnya menangis, namun nyatanya hari ini aku membuatnya menangis. Aku kembali memeluknya, menyandarkan kepalanya di dalam dadaku.
"Berada dititik ini menjadi orang yang selalu ada di dekatmu. sudah cukup mengobati semuanya." Ucapku yang berusaha tegar di depannya. aku melepaskan pelukan itu perlahan, dan mulai mencium keningnya setelah itu aku menghapus airmata di pipinya.

"Mari kita mulai semua dari awal, kita masih punya banyak waktu bukan. kita belum terlambat." Ucapku yang tersenyum kearahnya dengan tangan yang masih menggenggam tangannya. Kini senyum mulai kembali menghiasi wajahnya, ia mengangguk seolah setuju dengan ucapanku.
"Aku mencintaimu, Senja." Ucapku yang sukses membuatnya tersenyum tersipu malu.
"Terimakasih buat semuanya Arham." Ucapnya yang tiba-tiba mencium pipiku. "Aku mencintaimu." ucapnya pelan namun terdengar cukup jelas di telingaku.

Hari mulai gelap, senja mulai menghilang dari hadapan kami berdua. namun hilangnya senja menimbulkan banyak warna dalam hatiku. senja mungkin akan menghilang dan akan kembali esok hari, namun senja yang aku miliki ia akan tetap menjadi senja yang mengisi hatiku, mengobrak-abrik hatiku namun juga obat dari semua sakit yang aku rasakan. Ini memang bukan akhir dari semuanya, karena setelah ini aku maupun dia tak pernah tahu apa yang akan terjadi. namun kami akan berusaha menghadirkan banyak kebahagiaan dalam hidup kami setelah ini.

Saturday, January 05, 2019

Perasaan Apa ini ??

Pertanyaan itulah yang sedari tadi mengusikku, berjalan-jalan memutari otak ku membuatku tak tahu untuk berkata apa selain membuatku bingung. Sungguh aku tak tahu perasaan apa. Perasaan ini tiba-tiba datang begitu saja, bahkan membuatku menerka-nerka kedatangannya. apa ? mengapa ? Bagaimana?

Aku menerimanya? Ini bukan sebuah pernyataan sungguh ini adalah sebuah pertanyaan. Pertanyaan yang diriku sendiri lontarkan untuk diriku, ketika ia yang entah bagaimana tiba-tiba membuatku bertanya sungguh bertanya pada diriku sendiri. Ia yang entah dari mana menawarkan diri untuk menjadi teman yang akan menemani hari-hariku hingga tutup usia. ia yang entah keyakinan dari mana menjadikan aku sebuah tujuan. Ia yang sebenarnya baru saja atau bahkan mungkin belum benar-benar aku kenal, memberanikan diri untuk memintaku pada kedua orang tuaku.

Membuatku tidak bisa bernapas lega atau secara tidak langsung membuat ku sedikit sesak untuk bernafas, sekaligus membuatku bingung untuk menjawab pertanyaannya. Aku belum mengenalnya, bagaimana bisa aku menerimanya? aku sungguh belum mengenal dia. aku hanya mengenal namanya, aku pun tak begitu yakin untuk rupa wajahnya, sifatnya, bahkan kepribadiannya. sungguh aku belum mengenalnya, lantas adakah alasan terbaik untuk aku menerimanya?

Lantas perasaan apa ini seolah hatiku bergejolak, hatiku seolah tengah mencari jawaban untuk pertanyaan itu semua. Mencari alasan mengapa untuk pertanyaannya. atau mungkin aku tak memiliki alasan apapun untuk menolaknya, atau sebenarnya aku punya ribuan alasan untuk menolaknya namun aku tak bisa mengatakannya? sungguh rasanya tidak banyak kata yang berada di dalam otak ku saat ini. selain menikmati kebingungan ini sendiri.

Rasanya aku takut, namun aku sendiri tak yakin atas ketakutan yang aku rasakan ini. mungkin ketakutan adalah alasan wajar ketika seseorang yang belum pernah menjalin hubungan dengan orang lain tiba-tiba di tawari sebuah hubungan yang serius, hubungan yang membutuhkan restu semua pihak. ah sungguh aku tak tahu apa yang harus aku lakukan sekarang.

Hatiku terus bertanya-tanya mengapa ia memilihku?, bukankah ia pula mengetahui semua bahwa kita sama-sama tak saling kenal? lantas mengapa ia sangat yakin kepadaku. meyakini bahwa aku yang akan menjadi penumpang kapal yang kan ia nahkodai. Keyakinan dari manakah yang membuatnya datang kepadaku dan meminta ku ?

Tak bisakah aku tahu alasan jelas atas pertanyaanku diatas?

Sungguh aku belum memiliki jawaban atas setiap pertanyaanya, aku hanya ingin berdamai dengan hatiku yang bergemuruh entah untuk alasan apa. biarkan kita semua begini dulu, biarkan kita sama-sama melangkah tanpa ada pertanyaan yang membuat hati gelisah dan bingung untuk memberi jawaban. biarkan aku terus meminta kejelasan perasaan pada Rabb-ku untuk pertanyaannya. begitupun dengan ia yang harus terus berdoa kepada Tuhan jika memang aku ditakdirkan untuknya.

Aku tak ingin membuatnya berharap atas kebingungan yang aku rasakan, akupun tak ingin membuatnya menunggu. maka biarkan kita begini saja, terpisah untuk beberapa alasan karena jika ia memang di takdirkan untukku maka Allah akan memberikan ia untuk ku saja, takan memberikannya untuk orang lain. jadi biarkan kita berdamai dengan setiap pertanyaan agar jawaban yang kita harapkan benar-benar datang kepada kita.

Selamat berdamai dengan perasaan masing-masing jangan terlalu terburu-buru mengartikan sesutau jika memang sebenarnya sangat teramat tidak jelas untuk masa depan kita masing-masing. berbahagialah dengan apa pun yang nanti menjadi keputusan terbaik yang Tuhan berikan untuk kita.

Ayo Cari tahu !!

Popular Posts

Blogroll

 
Dunia Diana Chandri Blogger Template by Ipietoon Blogger Template