Thursday, December 13, 2018

Berbahagialah Dengan Takdir Yang Tuhan Berikan

Aku telah menghabiskan lima tahun waktuku untuk tidak berkomunikasi denganmu bahkan selama itu akupun belajar untuk tak mau tahu lagi tentangmu, juga orang-orangmu. Aku membuang semua kenangan yang pernah kita ukir bersama selama satu tahun. Aku terus membiasakan diri tanpa kamu, dan merasa bahwa selama itu aku bisa tanpa kamu. Aku berusaha sangat keras untuk menerima kenyataan, menerima takdir yang tengah Tuhan siapkan untukku. Aku menghabiskan waktuku dengan kesibukan yang aku miliki hanya untuk menghilangkan kamu dalam pikiranku. aku berpikir aku sudah benar-benar melupakanmu namun nyatanya semua pikiran tentangmu kembali meluap kepermukaan ketika aku kembali bertemu denganmu.

Sore itu ditengah waktuku menunggu kereta untuk kembali ke Bandung, setelah satu minggu aku menghabiskan waktu kerja ku di Jakarta. Aku menemukan Pria yang sosoknya menyerupaimu yang duduk tak jauh dari tempatku menunggu, di ruang tunggu Stasiun. Pria itu berpakaian rapi dengan sebuah kacamata yang menghiasi wajahnya. Ia terlihat tengah menunduk fokus kearah laptop yang tengah ia mainkan. Aku terus mengamati pria itu dari samping dengan berharap itu bukan kamu, walau sebenarnya dalam hati kecilku aku berharap itu memang benar kamu.

Tak lama suara pemberitahuan untuk segera memasuki gerbong keretapun terdengar, akupun bergegas menuju gerbong yang telah aku pesan dan mencocokannya dengan tiketku. setelah menemukannya akupun duduk di bangku itu. Aku duduk di dekat jendela dan menikmati suasana luar dari dalam jendela kereta. tak berselang lama seseorang datang dan berniat duduk di bangku sebelahku, Aku yang menyadari kursi sebelahku akan terisi pun menoleh kearah seseorang yang duduk disampingku. Betapa terkejutnya aku ketika orang itu adalah kamu, dan itu artinya pria yang aku pikir mirip sosokmu memang benar adalah kamu.

Begitupun dengan kamu yang juga terkejut karena kita bertemu lagi, juga karena posisi dudukmu yang berada tepat disampingku. Aku langsung memalingkang wajahku karena tiba-tiba jantungku kembali berdetak seperti dahulu, ketika pertama kali aku bertemu denganmu. Aku tak tahu apa kau merasakan hal yang sama denganku ataukah tidak sama sekali. Aku kembali menoleh kearahmu, memastikan bahwa itu memang kamu.
Kamu mulai tersenyum kearahku lalu berkata. "Ini aku Rayen. Ngga nyangka bisa ketemu kamu."
Aku mencoba membalas senyumanmu itu, dengan perasaan  yang tiba-tiba rasanya sangat kacau.

Tiba-tiba hening menyerang kita berdua, tidak ada percakapan pemulai obrolan ketika tengah di perjalanan. Aku hanya diam kamupun sama, hingga akhirnya aku mencoba mencairkan suasana.
"Kamu apa kabar? lagi sibuk apa?" Tanyaku yang mencoba mencairkan suasana.
"Aku baik, aku mulai merintis usaha kecil-kecilan di Bandung. Kamu sendiri?" 
"Aku baik juga. lagi sibuk ngisi seminar aja. Oh iya gimana Fina ?" Ucapku yang entah mengapa rasanya tak lengkap jika tak menanyakan ia ketika aku bisa kembali bertemu denganmu. Bagaimanapun juga Fina ada hubungannya dengan hubungan kita yang lalu. 
Kamu menoleh kearahku seolah terkejut dengan apa yang aku tanyakan. 
"Oh Maaf aku salah ngomong ya." Ucapku yang perlahan menutup mulutku dengan kedua tanganku dan mulai memalingkan kembali wajahku kearah jendela.

Kamu sekilas tersenyum. "Kamu memang tidak berubah, tidak apa-apa. Aku dan Fina tidak jadi menikah." Ucapmu singkat yang langsung membuatku kembali menoleh kearahmu. Kamu terlihat santai dengan wajah yang masih tersenyum.
Aku menatapmu dengan wajah yang terkejut. Aku masih ingat betul, saat itu hubungan kita memang tengah mengalami pasang surut juga karena kesibukan kita masing-masing hingga kita tidak memiliki waktu untuk bersama. bahkan sangat sulit untukku meluangkan waktuku untuk kita bersama. Aku tak tahu pastinya, yang aku tahu di satu tahun hubungan kita, kamu tiba-tiba memberitahuku tentang Fina. wanita yang ternyata mengisi hari-harimu selain aku, ketika hubungan kita tengah diterpa ketidakjelasan.

Akupun masih ingat aku memintamu untuk memilih aku atau Fina. kamu memilih aku, bahkan kamu mengatakan itu di depan aku dan kedua orangtuaku, bodohnya aku memberimu kesempatan lagi saat itu. walau itu sempat membuatku bertanya ulang pada diriku mengapa mudah untukku memberimu maaf dan memberimu kesempatan lagi. kaupun berjanji untuk meninggalkan Fina, dan tidak akan melakukan hal yang sama lagi padaku. Namun tak lama setelah keputusanmu, Fina datang menemuiku dikampus, Matanya sembab seolah telah menangis semalaman. Wajahnya sangat pucat, ia memintaku untuk melepaskanmu, memintaku untuk memberikanmu padanya. tentu saja aku menolak semua, karena bagaimanapun kamu telah memilih aku bukan Fina. 

Tak lama Fina kehilangan kesadarannya, ia pingsan persis di depanku. Aku dengan segera membawanya ke Rumah sakit. dan betapa terkejutnya aku ketika mengetahui bahwa Fina ternyata tengah mengandung. Aku sempat menebak-nebak semua walau kenyataannya aku tak ingin pernah berada di dalam situasi seperti itu. Ketika Fina telah sadar ia dengan air mata yang terus mengalir menangis dan mengakui sesuatu hal yang sungguh membuatku sangat membencimu. ya ia mengatakan bahwa anak yang ada dalam kandungannya adalah anakmu. Sungguh rasanya Duniaku hancur berkeping-keping. Kepercayaan yang telah ku bangun kembali untukmu rusak seketika. Sakit sekali rasanya. Bagiku saat itu kamu dan Fina adalah dua orang manusia terjahat di Dunia.

Setelah kejadian itu aku sangat hancur, bahkan aku berjanji pada diriku sendiri untuk tak pernah ingin tahu lagi tentangmu, tentang orang-orangmu, atau siapapun yang ada hubungannya denganmu. Aku bahkan pindah keluar negeri selama kurang lebih lima tahun untuk melanjutkan sekolahku dan membuat diriku sangat sibuk. bahkan untuk mengisi seminar-seminar kini aku jalani hanya karena aku tak ingin kembali mengingatmu. semua tentangmu harus aku buang. namun ketika bertemu denganmu sungguh aku kembali dapati diriku yang tengah merindukan saat-saat bersamamu.

"Kenapa? Bukankah.." Tanyaku yang mulai penasaran.
Namun tiba-tiba kamu memotong pertanyaanku "Fina berbohong pada kita semua. aku benar-benar tidak pernah merusak Fina. dan kenyataannya memang begitu. Ternyata ada pria lain yang merusak Fina, namun ia tak ingin mengakuinya. dan Finapun terpaksa, memutuskan untuk meminta aku yang bertanggung jawab atas semua kesalahannya. Karena masalah ini, aku harus menanggung semua kehilangan wanita baik sepertimu, juga semua mimpi yang pernah aku bangun. Aku menyerah dan berniat untuk mengikuti semua takdir itu. Aku kira semua akan berjalan sesuai rencana, aku memaafkan Fina dan berusaha sebaik mungkin menjadi suami dan ayah untuk anaknya kelak. Namun rencana Tuhan memang berbeda. Fina menemui pria itu lagi karena pria itu belum sepenuhnya ikhlas Fina akan menikah denganku. Ia membawa Fina pergi namun di perjalanan mobil mereka mengalami kecelakaan. Fina, pria itu juga bayinya tidak terselamatkan. mereka meninggal di tempat kejadian." Jelasmu yang juga secara tidak langsung menjawab semua pertanyaan-pertanyaan yang masih ada dalam diriku.

Mendengar apa yang kamu ceritakan sungguh aku sangat terkejut mendapati fakta sebenarnya. Aku memang tak yakin kamu pelakunya, namun bukankah saat itu aku tengah membencimu, sangat teramat membencimu hingga amarah yang menguasaiku dan membuatku menutup semua pintu komunikasi dan kejelasan darimu. kamu mungkin tidak pernah tahu aku selalu kesal pada diriku ketika tiba-tiba merindukanmu, satu hal yang membuatku bisa bertahan tanpa kamu karena aku yakin kamupun tengah bahagia dengan keluarga kecil dan kehidupan barumu. Rasanya Tuhan memang tengah menguji kita berdua. Menguji kita yang harus belajar ikhlas untuk menerima semua ujian dan kenyataan yang telah Tuhan pilihkan untuk mengisi warna dalam hidup kita. Kita berdua nyatanya tengah di didik Tuhan, untuk terus mengikuti skenarionya.
"Maaf. Aku udah kecewain kamu. aku tahu kamu pasti kecewa banget sama aku. Aku datang kerumah kamu pas kamu bilang kita putus. bahkan hampir setiap hari sepulang kerja aku ke rumahmu. namun aku tak pernah menemukanmu. kamu tiba-tiba menghilang begitu saja, kamu harus tahu, Aku selalu berdoa semoga kamu selalu bahagia." Ucapanmu yang membuatku memalingkan wajah dari tatapanmu.

Sungguh setelah kamu menyakitiku, aku menjadi sangat membenci kata maaf. rasanya kata maaf itu tak ada gunanya lagi di dalam hidup. Aku terus terdiam tak menanggapi ucapanmu rasa sakitku selama bertahun-tahun itu tiba-tiba kembali begitu saja. dadaku sesak karena harus menahan airmata yang terus berdesakan agar jatuh di pipiku. aku terus berusaha menahannya. aku ingin membuktikan bahwa aku bisa tanpa kamu. Aku ingin memperlihatkan bahwa aku kuat di depan kamu. 
"Aku bahagia sangat bahagia tanpa kamu." Ucapku yang terbata-bata menahan sesak dan airmata.
kamu tersenyum seolah membiarkanku untuk menikmati kembali sakit itu dengan seketika.
Tanganku bergetar karena menahan amarah dan kekecewaan, bukankah ini kali pertama aku kembali bertemu denganmu, maka pantaslah jika rasa itu semua kembali kepadaku saat ini. Heningpun kembali menerpa kita berdua.

Hingga tak terasa kita berdua sudah sampai tempat tujuan, Ya kota Bandung. Sampai disana aku dan kamupun belum kembali melanjutkan percakapan atau mungkin mengakhiri obrolan kita selama di perjalanan. kamu membantuku membawakan koperku ketika kita sama-sama akan keluar dari gerbong kereta yang kita tumpangi. kamu tersenyum kearahku, kini aku membalas senyummu. Rasanya sudah cukup sakit ini aku nikmati sendiri. Aku yakin kamupun merasakan sakit yang sama, walau mungkin sakitnya tak separah milikku. kita berduapun berjalan beriringan keluar stasiun, aku dan kamu masih terdiam dan belum kembali berbincang. 

"Bolehkan aku meminta kita seperti dahulu." Ucapmu yang kembali tersenyum kearahku. Aku terkejut dengan apa yang barusaja kamu ucapkan, ketika kita sudah sampai diluar stasiun.
Tiba-tiba seorang pria menghampiriku, pria itu langsung merangkulku. Aku yang menyadarinya hanya tersenyum kearah pria itu lalu.
"Aku ngga telat kan, pas banget sampe stasiun kereta kamu baru sampe." Ucap Pria itu yang tersenyum kearahku.
"Untungnya ngga telat." Ucapku yang tersenyum kearahnya dan sesaat kembali menatap kamu. kamu terlihat tengah menerka-nerka dengan apa yang kamu lihat, Aku ingin menjadi kejam seperti kamu.

"Aku lupa kenalin ke kamu, ini Mas Alfa dia calon suami aku. Alesan kenapa aku pulang ke Bandung karena aku akan menikah dengannya." Ucapku yang dengan bangga mengenalkan Mas Alfa kepadamu. bukankah perasaanku harus benar-benar aku buang maka ketika itu aku menemukannya. ia tak meminta ku untuk langsung melupakan mu, namun membuatku terus belajar untuk menerima apa yang tengah takdir susun untukku. Mas Alfa mulai menyodorkan tangannya kearahmu. Aku melihat kamu mulai tersenyum mendengar ucapanku, kamupun menyambut tangannya untuk berkenalan. Aku rasa ini sudah cukup, aku memang tidak bisa sekejam kamu. namun aku akan buktikan bahwa aku akan sangat bahagia bersama Mas Alfa juga keluarga kecil kami nanti. 

Aku rasa hatiku kini jauh lebih ikhlas dari sebelumnya setelah bertemu denganmu. rasanya ikhlas kini telah mengisi semua ruang didalam hatiku, tak ada lagi yang perlu aku sesali, dari apa yang pernah aku lalui bersamamu. Dari masalah, patah hati, kekecewaan bahkan kebencian, aku tak lagi membutuhkan mereka dan merekapun tak lagi harus menetap dalam diriku. sangat melelahkan menerka-nerka takdir, berharap apa yang kita impikan adalah sebuah kenyataan. namun nyatanya yang ada adalah apa yang kita impikan bukan apa yang kita butuhkan. Tuhan tahu yang terbaik untuk kita, untuk ku juga kamu. Mari bersama-sama belajar dari sakit yang menjadikan diri kita lebih baik dari sebelumnya. berbahagialah dengan apapun takdir yang Tuhan berikan, mari sama-sama berbahagia dan menerima semuanya dengan ikhlas kedepannya.

0 komentar:

Post a Comment

Ayo Cari tahu !!

Popular Posts

Blogroll

 
Dunia Diana Chandri Blogger Template by Ipietoon Blogger Template