Cahaya mentari pagi membangunkan ku kala itu, akupun bergegas mandi dan bersiap menuju kampusku. setelah semuanya siap aku berjalan menuju ruang tengah, betapa terkejutnya aku ketika ku dapati makanan telah siap terhidangkan di meja makan. Seorang pria berpostur lebih tinggi dariku juga dengan penampilannya yang masih menggunakan baju tidur itu tersenyum kearahku. Ya dia adalah pria yang kan bersamaku hingga nanti. Dia pria yang di jodohkan ibu denganku, ah aku harus menyebutnya suami. Ya dia suamiku, seseorang yang menikahiku dua hari yang lalu. dan ini adalah kehidupan kami.
"Selamat pagi, makan dulu dek." ia mulai berjalan kearahku setelah itu ia menggeserkan kursi untuk dapat ku duduki.
Aku duduk di bangku itu lalu memandangi satu persatu makan yang telah saji di depanku, "Ini makanan semua mas yang bikin?"
Ia mengangguk juga dengan senyuman yang tak pernah purnah dari bibirnya. "Hari ini mas ngga masuk kerja dek, masih cuti dan karena mas tahu kamu masuk kuliah hari ini jadi mas masakin beberapa makanan. mas belum tahu makanan favorit kamu jadi mas bikinin semua." ucapnya yang di iringi tawa di belakangnya.
Aku memberinya senyuman sembari berterimakasih kepadanya.
Kami berdua menjalani rumah tangga seperti pasangan pada umumnya. Ia terus menyanjungku, memanjakanku, memberi beberapa perhatian kepadaku, namun sungguh belum membuatku bisa menerima dia sepenuhnya dalam kehidupanku. karena bagaimanapun kami menikah diatas tali perjodohan yang ibu dan keluarganya janjikan dahulu. Hanya ini yang bisa aku lakukan untuk kebahagiaan ibu, di usianya saaat ini.
☺☺☺
"Dek, setau Mas ini bukan materi yang baik deh. kamu bakalan bingung kalo ada pertanyaan seputar ini." Ucapnya setelah selesai membaca dan memastikan apa yang perlu ia bantu dari tugasku. Malam itu setelah makan malam aku kembali mengerjakan beberapa tugas kuliahku di kamar, tiba-tiba ia datang menawarkan bantuan untuk membantuku. maka dengan senang hati aku mengizinkannya.
aku terdiam lalu mulai berpikir mencari materi lain. "Tapi Mas Presentasinya besok. Aku perlu waktu yang lama untuk mencari materi baru." Ucapku yang seolah menyerah.
Dia tersenyum lalu kembali berucap "Mas bantu kamu Dek. Maaf ya dek kita harus bikin materi baru."
Aku hanya mengangguk mengiyakan, menyerahkan semua kepadanya.
Aku duduk disampingnya, sesekali mencuri pandangan untuk menatapnya dari samping, ya harus ku akui suamiku ini adalah pria yang pintar, bahkan ia sangat tampan. Aku yakin banyak wanita diluar sana yang mengidamkannya. Namun ia memilih untuk menikah dengan wanita yang baru ia kenal, wanita yang belum bisa mencintainya karena perjodohan. namun ia tetap menjadi suami yang terbaik, selalu ada ketika istrinya membutuhkan. Aku tersadar dari lamunanku ketika menyadari kini ia beralih menatapku, mata kami berdua bertemu. Ada segurat senyum yang terukir di bibirnya malam itu. akupun segera memalingkan wajahku dan berpura-pura membuka beberapa buku miliknya.
"Kamu bisa tatap mas sepuas kamu Dek, kapanpun kamu mau. Kamu ngga perlu curi-curi pandang kaya barusan" Ledeknya yang sembari menyelingi tawa diakhir ucapannya.
"Ih Gr banget sih Mas." Ucapku yang tak menoleh kearahnya.
☺☺☺
Aku tengah membuatkan masakan untuk makan malam kami, tiba-tiba pintu rumah diketuk dengan cukup keras. aku bergegas menuju ke depan pintu. setelah ku buka pintu kudapati ia berdiri dengan sangat lemas, wajahnya terlihat lemas. aku bergegas membantunya, memopongnya menuju ruang tengah.
"Mas kamu sakit. kita ke dokter ya?" Ucapku yang telah menidurkannya di sofa ruang tengah.
Dia tidak menjawab hanya terdiam tanpa berkata apapun. aku bergegas membantunya membersihkan tubuhnya dengan air hangat. suhu badannya sangat panas, keringat dingin keluar dari tubuhnya. sesekali ia menggigil kedinginan tak lama suhu badannya berubah menjadi panas.
Beberapa jam kemudian, aku kembali mengecek suhu tubuhnya, kini suhunya sudah kembali normal. aku menyadari mungkin ia sakit karena salahku, mungkin ia bergadang hanya untuk mengerjakan tugasku kala itu.
☺☺☺
"Dek mas berangkat dulu ya, kamu hati-hati ke rumah kalo kamu kesepian nanti mas minta mamah buat temenin kamu." Ucapnya ketika kami berjalan beriringan di salahsatu terminal di Bandara Seokarno Hatta.
Aku tersenyum menanggapinya. Ia menggenggam tanganku lalu kembali berkata "kamu jaga kesehatan ya Dek. Nanti Mas kabarin kamu kalo Mas udah sampe" tak lama ia langsung memelukku, ia melanjutkannya mencium keningku.
Tak lama kami berbincang-bincang, perpisahan itupun terjadi. ia pergi melangkah meninggalkanku dan beberapa keluarga yang menemani kami, kala itu.
☺☺☺
"Bu, aku boleh minta tolong ngga?" Pintaku siang itu ketika ibu menemuiku di rumah kami. Setelah kepergiannya ke Belanda, aku kembali melakukan rutinitas ku seperti biasa tidak ada yang berubah. Namun aku tidak menyadari semuanya ternyata aku mulai merasa ada sesuatu yang hilang dari kebiasaanku. Seperti pagi ku yang tanpa kecupan darinya ketika membangunkanku. Juga beberapa perhatian darinya yang kini mulai ku rindukan.
"Bantu apa dek?"
"Ibu bisa telponin Mas Fadhu pake nomer ibu." Bujukku yang merayu ibu dengan menyodorkan ponselnya.
Ibu terlihat bingung lalu berkata "kenapa kamu ngga telpon sendiri?"
"Aku malu bu, baru aja beberapa menit lalu selesai telponan sama mas fadhu." Ucapku yang menahan malu di depan ibu.
Ibu tersenyum lalu mengiyakan pintaku. Ibupun menelpon mas fadhu, yang sengaja di loadspeaker agar aku dapat mendengar percakapan mereka, juga suaranya.
"Assalamualaikum"
"Waalaikumsallam ibu." Jawabnya dari sebrang sana. Tanpa aku sadar ada euforia sendiri ketika dapat mendengar suaranya, bahkan suara itu kini menjadi suara yang sangat aku rindukan setiap harinya.
"Bagaimana kabarnya kamu nak?" Tanya ibu.
"Alhamdulillah bu saya baik, ibu bagaimana kabarnya dengan yang lain?"
"Alhamdulillah baik banget ibu. Gimana di belanda lagi musim apa?"
"Alhamdulillah, disini lagi musim semi bu. Saya kepengen bawa kanza kesini nikmati musim semi disini. Dia pasti suka." Mendengar ucapannya itu membuatku tak bisa berhenti untuk tersenyum dan tersipu malu. "Kata Kanza ibu mau maen ke rumah?" Lanjutnya.
"Loh ini ibu udah ada di rumah kalian, ini lagi bareng kanza juga disamping ibu." Ucap ibu santai.Mendengar itu aku mengernyitkan wajah seolah tahu ibu akan meledek ku. "Ini ada yang kangen makanya suruh ibu telpon kamu."
"Ibu" sontak saja aku terkejut mendengar ucapan ibu, juga menahan malu ketika ia tertawa di sebrang telepon sana.
"Iya bu saya juga kangen dia, titip dia ya bu." Ucapnya yang entah mengapa membuat hatiku merasa lega.
☺☺☺
Tiga hari berlalu setelah kejadian ibu itu, aku kembali melakukan aktivitas sebagai mahasiswa semester akhir yang terus bersiap untuk menyelesaikan skripsi dan sidang. Sore itu aku masih di kampus masih menyelesaikan beberapa materi tambahan dari dosen pembimbing juga karena kesibukan sore itu aku lupa untuk makan hingga akhirnya ketika tengah selesai bimbingan aku tidak sadarkan diri di perjalanan pulang di koridor kampus.
Ketika aku terbangun aku sudah berada di sebuah kamar yang di pastikan adalah sebuah kamar di salahsatu Rumah sakit. Aku melihat ada seseorang yang tengah menggenggam tanganku. aku tersenyum melihat ia ternyata datang menemuiku. tanganku bergerak perlahan untuk membelai rambutnya. namun belum sampai aku membelainya ia terbangun. ia bangun dari tidurnya lalu menoleh ke arahku.
"Kamu udah bangun, Dek?" tanya naya yang mulai duduk tegap dan membelai rambutku perlahan.
Aku hanya mengangguk tanpa banyak berkata.
"Kamu sekarang ngerasain apa Dek? apa yang sakit? mana?" tanyanya yang terlihat sangat khawatir.
Tak lama berselang seorang perawat yang diiringi langkah seorang Dokter dari belakangnya memasuki ruangan kami ia memeriksa kondisiku
Dokter itupun berkata "Ibu Kanza sore nanti kami akan melaksanakan Curettage. mohon untuk ibu berpuasa ya. nanti Perawat Rani akan membantu ibu untuk persiapan curettage."
aku terkejut mendengarnya lalu berkata "Curettage dok? apa mungkin?"
"Iya ibu. kebetulan ibu mengalami keguguran, janin yang ibu kandung berusia 4 minggu. ibu terlalu kelelahan sehingga janin ibu di dalam sangat lemah." papar dokter tersebut.
Mataku mulai berkaca-kaca mendengar apa yang barusan Dokter jelaskan, aku menatapnya yang terus menguatkan aku.
☺☺☺
"Mas, Boleh aku bertanya beberapa pertanyaan." Ucapku setelah ia duduk disampingku.
Ia hanya mengangguk menatap deretan kapal pesiar yang tengah memulai berlayar di depan kami. sore itu kami tengah menikmati nuansa sore di sebuah dermaga terbesar di benua Australia.
"Kenapa Mas, mau menerima perjodohan ini? dan kenapa Mas begitu memperlakukan aku dengan baik padahal aku tidak pernah setuju dengan perjodohan."
Ia menoleh kearahku menggenggam tanganku dan tersenyum kearahku. senyum yang menambah tampah wajahnya, "Karena Mas jatuh cinta sebelum mengenal kamu, Mas yakin pilihan Bunda selalu lah tepat. Dan kamu selalu ada di dalam setiap cerita Bunda tentang menantu impiannya." Ucapnya.
"Jadi sebelum ada perjodohan ini, apa mungkin Bunda sering cerita soal aku biar Mas jatuh cinta gitu?" Tanyaku yang masih penasaran.
Ia mengangguk lalu kembali tersenyum "Dari kamu kecil, Bunda memang suka sama kamu. Setiap Bunda pulang dari rumah kamu ia selalu cerita tentang kamu. Hingga Mas mulai tertarik dan mulai menyukai kamu dari cerita-cerita Bunda."
Aku tersenyum tak percaya dengan apa yang barusaja aku dengar. "Ketika, Mas tau kemaren aku Hamil, apa perasaan Mas" Ucapku yang mulai menyandarkan kepalaku di bahunya.
Dia terdiam beberapa menit tak lama lalu berkata "Mas, merasakan seperti tengah menjadi orang tua. memiliki seorang bayi dan kita menjadi tua."
"Lalu bagaimana rasanya?" Tanyaku
Kini ia menoleh kearahku dan kembali tersenyum "Menyenangkan."
0 komentar:
Post a Comment