Gemericik air hujan membasahi bumi dengan perlahan, angin yang berhembus sedikit demi sedikit menerpa dedauan, kabut yang datang membawa rasa dingin sesaat.
Bandung dan hujan adalah dua kalimat yang tak terpisahkan karena nyatanya Bandung maupun hujan selalu menyimpan rindu untuk siapa pun yang memujanya.
Sudah belasan menit berlalu hening menemani kami berdua, sunyi sekali. Di bawah sebuah pelataran kios yang masih tutup di jalan lembang, kami menepi dari derasnya hujan yang turun dipagi itu.
Beberapa kendaraan berlalu lalang di hadapan kami seolah meminta kami untuk memulai percakapan. Namun sampai detik selanjutnya kami masih terdiam tak berucap sepatah katapun, bola mata kami hanya menatap kosong kearah yang berbeda.
Beberapa pengendara memacu sepeda motor mereka dengan cepat menembus derasnya hujan, sebagian lagi sengaja menikmati derasnya hujan dengan memacu kendaraannya begitu pelan.
Kami berdua hanya terdiam seolah menunggu semesta yang mencairkan bekunya dinding keheningan di antara kami. Seperti tengah meratapi dinginnya hujan dipagi hari, yang datang tanpa sambutan bumi.
Berulang kali aku berusaha merangkai kata, menyambungkan kalimat demi kalimat yang setidaknya akan mendekatkan kami namun setiap kali aku mencoba maka makin nyata rasa sunyi itu.
Sesekali ku tatap wajahnya dari bingkai kacamata milikku, wajahnya yang tampak berbeda dari biasanya. Matanya yang meneduhkan itu kini seolah sirna, senyum yang terlahir di bibirnya itupun kini musnah. Dia seolah menjadi seseorang yang lain hari ini, mungkinkah karena ini akan menjadi pertemuan terakhir kami? Atau ini cara agar aku mudah melupakannya, Itukah yang ada dipikirannya saat ini?.
Entah dia menyadari tatapanku atau tidak namun dia bahkan tak menoleh sedikitpun kepadaku, matanya masih menatap kedepan. Aku menghela napas berulang kali, melihatnya yang duduk disampingku dengan tatapan itu membuat rasa sakit timbul didada membuatku tak dapat melakukan hal lain hanya dapat menundukan pandangan menguatkan diri.
Sampai akhirnya kembali ku tatap wajahnya, sebuah garis senyum tipis terlukis di wajahnya, aku mengernyitkan dahi menerka alasannya. Hingga aku menoleh kearahnya menatap, disebrang kami di bawah sebuah pohon yang tidak begitu besar seorang muda mudi tengah menepi, salahsatu dari keduanya membawakan jas hujan dan memakaikan pada yang lainnya. Mereka terlihat tertawa terbahak dengan rona merah yang terpancar di pipi keduanya, mereka menikmati hujan dipagi itu.
"Sederhana" Begitu pikirku.
Aku tersenyum melihat apa yang mereka lakukan, hal kecil sederhana yang terlihat begitu terkesan. Kini kembali ku tatap dirinya , dia kini menyadari tatapanku. Mata kami bertemu, dua bola mata yang sempat dingin itu kini kembali meneduhkan, menghangatkan.
Aku mengernyitkan dahi, penuh pertanyaan.
"Mungkinkah semesta ikut sedih dengan perpisahan ini?".
Aku terdiam terkejut dengan apa yang barusaja dia katakan.
"Aku tak akan berbicara banyak hal, aku pikir kamu sudah tahu semuanya. Kita buat hari ini menjadi cerita yang indah untuk dikenang."
"Seperti matahari dan bulan yang saling mencintai namun jarak memisahkan mereka. Bulan yang hadir ketika matahari tenggelam dan matahari yang datang ketika bulan menghilang. Mereka saling mencintai dalam jarak yang tak bisa mereka ukur. Aku harap kebahagiaan datang pada kita di masa depan, barangkali aku dengan ceritaku tanpamu, kamu dengan kisah bahagiamu dengan yang lain atau mungkin pada masa depan semesta memberi kita izin kembali untuk bersama."
Dia menunduk mendengar ucapanku.
"Terima kasih karena menjadi alasan untuk aku bertahan, hidup di kota yang indah ini. Sore nanti aku akan kembali ke kotaku, aku harap hanya kota yang memisahkan kita tetapi tidak dengan hati kita."
Ya, memang setiap hidup akan mengalami perpisahan. Dengan keluarga, orang terkasih, teman dan lainnya. Juga itu yang terjadi kepadaku, entah ini akan menjadi pertemuan terakhir kami atau mungkin sebaliknya kami makin dekat dengan jarak.
"Berbahagialah, tersenyumlah, apa pun yang terjadi pada masa depan dengan atau tanpa aku lagi."
Bandung, lembang mungkin akan banyak hal yang berbeda setiap harinya begitupun dengan kami, juga tentang cerita yang usai ini. Tak ada yang bisa menembus mesin waktu masa depan, apa pun keputusan yang Tuhan pilihkan untuk kami itulah takdir terbaik dari-Nya.
0 komentar:
Post a Comment