Thursday, October 28, 2021

Cerita Dari Bulan Juli

"Dahulu, juli lebih romantis dari bulan februari."

----

Aku menatap sesaat sebuah kalender diatas meja kamarku, kertas berwarna yang menampilkan deretan angka dalam sebuah bulan yang dahulu sempat ku tunggu-tunggu melebihi bulan lainnya, Juli. Dibulan itulah aku menemukannya, bulan itu membawa kami menjadi sepasang manusia yang saling mengenal dekat. Begitu banyak alasan yang membuatku menyukai bilan itu, bulan yang dahulu begitu berarti untukku.

Dzul Alfiandi, nama ia menjadi nama paling sering ku tulis dibuku harianku dahulu. Nama yang terkadang menjadi penyemangat di hari-hariku disekolah juga dirumah. Salahsatu alasan kebahagiaan dan kenanganku dimasa sekolah, entah sampai saat ini atau mungkin masih. 

Tanpa terasa waktu berlalu begitu cepat dari hari terakhir kami bertemu, sudah hampir tujuh tahun rupanya kami berpisah tak ada komunikasi antara kami. Kami benar-bebar berpisah dan tak ada yang tahu kabar masing-masing, aku tak berani mencari tahu tentangnya ataupun kabarnya. Aku masih ingat ketika terakhir kali kami bertemu sore itu di taman kota, ia tak banyak bicara seperti biasanya tiba-tiba berubah menjadi kaku dan batu. Kami hanya diam, menikmati hembusan angin yang seolah menemani kesunyian kala itu, hingga akhirnya ia mulai berucap beberapa kata.

"Dena, aku akan pergi jauh dari hidup kamu." Ucapnya yang mendobrak kesunyian, mengejutkanku.
Aku menatap penuh heran dari sampingnya.
"Kamu jaga diri baik-baik ya, kamu anak yang baik, cantik juga ceria."
"Apa maksud kakak? Apa kakak bermaksud meninggalkan Dena?".
Kak Dzul tersenyum tipis dan mulai berkata,
"Ada banyak hal yang tidak harus kamu ketahui dari ku, selain itu aku punya alasan kenapa bersikap seperti ini."
Kala itu aku mengernyitkan dahi menerka maksudnya.
"Aku sempat berpikir bahwa, pantaskah aku menjadikanmu rumah. Tempat melepas penat, bahagia, airmata dan semuanya. Tapi semakin aku berpikir maka semakin aku takut, aku takut ini hanya ketidakpandaianku menerjemahkan rasa, aku takut hanya menjadikanmu persinggahan sementara." Jelasnya.

Aku masih ingat jelas detak jantungku yang berdetak tidak karuan, yang seolah berjingkrak-jingkrak mendengar bahwa ia menginginkanku menjadi rumahnya, tempat dimana ia akan selalu pulang. Bahkan ketika kata singgah yang ia lontarkanpun rasanya aku tak peduli, jika ia hanya singgah untuk sementara maka iapun akan tetap kembali padaku.

Aku masih mengingat semua tentangnya, bagaimana dahulu kedekatan yang terjalin diantara kami membuat banyak orang berpikir tentang hubungan yang lebih dari seorang teman. Aku mengenalnya dengan baik, begitu pula dengannya, entah teman atau rumah bersamanya masih tetap menjadi topik yang menyenangkan untukku.

Aku menyukainya, kata itulah yang seharusnya aku ucapkan sedari dulu. Aku bahkan menyukainya sebelum kami bisa sedekat itu, dimana dahulu aku adalah penggemarnya yang selalu ada setiap penampilannya disekolah atau mungkin yang selalu mencari cara untuk setidaknya dapat berinteraksi dengannya. Ya, aku menjadi seseorang yang beruntung kala itu, karena akhirnya aku dapat lebih dekat dengannya.

Tak ada satupun yang tahu bahkan dirinya sendiri, bagaimana aku mengalami hal terberat dalam hidupku ketika ia menceritakan beberapa wanita yang pernah singgah ataupun tengah bersamanya. Ia tak pernah tahu, aku menjadi sangat pencemburu kala itu namun juga menjadi yang paling sabar. 

Entah ia mengingatnya atau tidak setelah terus berusaha untuk menjadi pengagum rahasia maka suatu hari sepulang sekolah aku sempat mengutarakan perasaanku, banyak yang berputar dikepalaku termasuk tentang apa yang mungkin akan terjadi diantara kami. Aku pikir ia akan terkejut, marah mungkin atau sebaliknya memilih menghindar dan menjauhiku. Ah tapi aku lupa, ia tetaplah dirinya. Ia tak menganggap ucapanku itu serius, dan hanya menertawakan pernyataanku, ia beranggapan bahwa aku tengah bercanda.

"Kakak anggap kamu seperti adik sendiri."

Ucapan yang menyakitkan untukku, sangat menyakitkan kala itu namun setelah itu kami masih tetap berteman seperti dulu hingga akhirnya waktu benar-benar merenggut kebersamaan kami berdua. Memang benar seperti kata sebagian orang bahwa ingatan-ingatan tentang kebahagiaan akan selalu melekat sempurna dalam hati, begitu pula denganku kali ini.

Beberapa tahun terakhir, aku masih menunggu kabarnya setidaknya berharap ia memposting sesuatu sebagai tanda bahwa dirinya memang tengah baik-baik saja namun harapan hanyalah harapan, selama itu aku menunggu maka selama itupula semua seolah semu. Tapi sebuah garis harapan yang sebelumnya semu terasa nyata ketika ku dapati sebuah postingan milik temannya yang menampilkan sosok ia dari balik siluet senja di sebuah pantai yang akhirnya membuatku merasa yakin bahwa ia baik-baik saja di luarsana.

Sebuah suara ketukan pintu rumahku terdengar cukup jelas menyadarkanku dari lamunan, tanpa berpikir panjang aku mulai berjalan kearah pintu dan mulai membukakan pintu perlahan. Dan tepat jelas di depan mataku sosok seorang pria yang berdiri mematung sesaat sebelum akhirnya tersenyum. Ya, Kak Dzul pria yang sempat mengobrak-abrik perasaanku itu kini tak henti tersenyum kearahku. Entah apa yang akhirnya membawanya kembali dibulan juli setelah sekian lama menghilang.

"Dena".

"Kak Dzul" ucapku yang kelu juga masih kaku.

****

Kak Dzul kini duduk disalahsatu kursi yang berada diteras rumah, hening kembali menemani kebersamaan kami. Ada banyak hal yang berputar dikepalaku, ada rasa bahagia, luka juga ketakutan yang menghampiriku. Aku tak pernah berpikir bahwa ia akan kembali, setidaknya menemuiku lagi namun bukan itu yang jauh lebih membebani pikiranku saat ini melainkan banyak yang telah terjadi setelah kepergiannya.

"Kamu masih sering datang ke pameran di sekolah?" Tanyanya yang mulai membuka perbincangan kami.

Aku menoleh kearahnya tanpa memberi ekspresi apapun, canggung menguasaiku kali ini dan akupun memberanikan diri mulai berucap.
"Sudah lama aku tidak kesana, selain itu banyak hal yang harus aku urus Kak."

"Kamu tidak pernah berubah ternyata Dena, aku yakin itu." Ucapnya yang masih menatapku lekat dari sampingku.

Kali ini aku memalingkan wajah menoleh kearah lain, berusaha menguasai pikiranku yang tak dapat berkompromi dengan isi hati. Tatapan itu adalah tatapan yang telah lama ku rindukan, namun sekaligus tatapan yang telah membuat perasaanku gelisah selama bertahun-tahun, aku benar-benar sedang tidak baik-baik saja.

"Aku bingung untuk memulai obrolan kita ini, aku minta maaf karena telah pergi tanpa kabar dan benar-benar hilang dari kamu. Aku punya alasan untuk itu !" Ucapnya yang terlihat benar-benar serius dengan ucapannya.

"Aku baik-baik saja kak, akupun tahu kakak orang seperti apa dan selama itu akupun yakin kakak juga baik-baik saja." Ucapku dengan sedikit terbata-bata tanpa menoleh kearahnya.

"Dena, maaf jika aku membuat kamu menunggu. Sebenarnya aku pergi jauh untuk belajar menjadi seorang siswa sekolah pelayaran, dahulu pernah ada seseorang yang ingin bertemu dengan popaye di dunia nyata dan itulah alasan aku pergi untuk mewujudkan mimpinya yang akhirnya menjadi mimpiku." Ucapnya yang tak berhenti tersenyum penuh antusias.

Berbeda denganku yang terkejut seolah ditampar oleh ucapannya karena seseorang yang ia maksudkan adalah aku. Aku pernah berkata seperti itu dan kini ia mewujudkan sesuatu yang bahkan tak pernah terpikirkan olehku untuk menjadi nyata.

"Dan akhirnya aku berhasil lulus dan bekerja disalahsatu perusahaan pelayaran namun nyatanya ada impian lain yang juga ingin aku wujudkan. Aku ingin membuatmu benar-benar menjadi rumahku, karena aku sadar sejauh apapun aku pergi kamu akan tetap menjadi tempat aku pulang."

Mataku terbelalak mendengar ucapannya, sungguh aku tak tahu harus berbuat apa bahkan aku tak dapat merangkai kata untuk menjawab pernyataannya dan hanya diam membisu.

Tiba-tiba sebuah tangisan seorang bayi menyadarkanku pada kenyataan yang telah aku jalani, aku berlari kearah suara meninggalkannya begitusaja yang duduk mematung menerka apa yang sebenarnya terjadi.

Aku kembali ke teras rumah dan kembali duduk disampingnya dengan seorang bayi yang tertidur dipangkuanku. Aku melihat jelas raut wajahnya yang terkejut dengan apa yang ada dihadapannya, aku yakin banyak hal yang ingin ia tanyakan maka mungkin inilah saatnya ia tahu semuanya.

"Maaf kak, aku tidak tahu harus menjelaskannya darimana. Bayi ini adalah anak pertamaku, dan pernikahanku sudah berjalan selama dua tahun." Ucapku terbata-bata penuh kehati-hatian.

Aku yakin ia pasti terkejut lebih dari ketika aku bertemu dengannya beberapa saat lalu, banyak kata yang ingin ku jelaskan namun semua menjadi sia-sia dan terlambat. Tak ada lagi senyum dari bibirnya, kini ia tertunduk tak berucap sepatah katapun tangannya sesaat mengepal seolah kesal. 

"Aku kira kamu akan menungguku selama beberapa tahun, aku tengah berusaha memperjuangkanmu itulah sebabnya aku baru datang dan ternyata kamu telah dimiliki oleh orang yang lain. Aku terlalu meyakini bahwa kau akan menungguku, mungkin aku lupa aku tak pernah memintamu menunggu dan kini kamu telah menjadi rumah untuk orang lain." Jelasnya lirih.

Aku menatapnya kelu tak ingin terlihat sedih, menyesal ataupun lainnya. Ya, ia memang tak pernah memintaku menunggu selain itu bukankah ia tahu menunggu adalah hal yang paling menyebalkan karena waktulah yang menjadi bayarannya.

Aku tetap terdiam tak menanggapi ucapannya, begitupun dengan ia yang mulai membisu. Bahkan aku bisa mendengar beberapa kali ia mengatur napasnya agar terdengar baik-baik saja.

"Aku minta maaf karena telah berlebihan dan.." ucapnya yang mencoba memperlihatkan padaku bahwa ia baik-baik saja dan mulai menoleh kearahku. 
"Pria itu pasti sangat beruntung memiliki kamu, bayi itupun pasti bangga lahir dari ibu sebaik kamu. Semoga bahagia terus berlimpah kearahmu, selamanya." Lanjutnya.

"Aku juga minta maaf kak untuk semuanya."
Ia kini tersenyum tipis yang terlihat dipaksakan.

****

Bayi kecil yang berada di pelukanku menatapku sendu seolah mengerti perasaan ku yang mulai gelisah menatap punggungnya yang mulai menjauh melangkah pergi meninggalkan rumah.
Bagiku ia adalah warna dan kenangan untukku dimasalalu. Kini aku telah menemukan kebahagiaan yang nyata, dan aku berharap ia menemukan seseorang yang lebih baik dariku. Aku yakin Tuhan akan mengirimkan seseorang yang baik untuknya karena aku tahu ia adalah pria yang sangat baik.

Aku merasa bersalah padanya juga pada diriku sendiri, mungkin iapun merasakan hal yang sama pada dirinya. Aku tak pernah tahu bahwa ia akan kembali, akupun tak pernah menyangka bahwa ia benar-benar menjadikanku rumah namun selama aku menunggu ragu menguasaiku merasuki keseharianku hingga akhirnya aku menemukan kebahagiaan yang nyata, tak pernah lagi ada ragu dalam hidupku dan bahagia menyelimuti kehidupanku dengan pilihanku. Tak ada kata sesal yang aku lontarkan karena aku yakin Tuhan punya alasan mengapa mendekatkan kami sebelum akhirnya menjauhkannya. 

"Semoga kebahagiaan selalu ada untukmu Kak Dzul"

~Selesai~


Note : Tugas Anggota Khusus FLP Kota Sukabumi dengan pemateri Ketua FLP Kota Sukabumi, teh Vina Sri. :)

Tuesday, March 30, 2021

Tentang Sebuah Pertemuan


Waktu terus berlalu, hari demi hari, bulan demi bulan bahkan tahun demi tahun. Sekedar menghela napas seolah bahagiapun aku masih terkadang tersendak bukan karena tak ingin bernapas lega namun perasaan dan pikiranku padamu nyatanya masih saja menyesakkan.

Sebenarnya ini bukan kali pertama aku membayangkan pertemuan kita. Entah berapa kali aku memikirkannya, menerka-nerka juga membayangkan tentang pertemuan yang menjadi sesuatu hal yang sangat sulit terjadi atau mungkin tidak akan pernah kembali terjadi. Bagaimanakah jadinya ya? Pertemuan kita itu? Semenarik itukah seperti dulu? Masih menjadi bahan impian dan tumpuan harapankah? Atau mungkin sebaliknya?

Sebenarnya, Aku hanya ingin tahu apakah benar perasaan ku ini masih tertuju padamu atau selama ini aku hanya salah mengartikannya saja. Perasaanku tak sedalam itu padamu? Aku hanya terlalu melebih-lebihkannya saja? Atau sebenarnya aku sudah melupakanmu seperti halnya kau yang telah melupakanku. Hanya aku terbawa suasana ketika tiba-tiba merindukanmu. Aku benar-benar hanya ingin memastikannya saja.

Tiba-tiba saja Pikiranku melambung jauh pada beberapa kejadian yang kita sama-sama lalui. Sebuah pertanyaan jelas tergambar tentang apa yang akan terjadi jika kita bertemu kembali tanpa sengaja? Atau mari ku bumbui drama di dalamnya. Bagaimana jika aku bertemu dengan mu lagi di sebuah ruangan dan kita terjebak disana? Tidak itu terlalu dramatis.

Bagaimana jika kita tanpa sengaja bertemu ketika sama-sama tengah mencari tujuan, langkahku terhenti tepat di depanmu begitupun denganmu. Lantas jika kejadiannya seperti itu apa yang akan terjadi setelahnya? Namun itu sepertinya sesuatu yang tidak mungkin terjadi bahkan terdengar berlebihan.

Aku hanya ingin tahu, Apa kita akan saling tanya setelah saling memandang dan memastikan dengan beberapa tatapan atau kita hanya akan diam seribu bahasa berpura-pura tak mengenal satu sama lain? Apa kau akan memulai percakapan dan mulai menyapaku di balas oleh ekspresiku yang dibuat-buat seolah baru menyadari kehadiaranmu atau mungkin sebaliknya aku yang menyapamu lebih dahulu seperti saat pertama kali kita bertemu dan akhirnya kamu mulai berkata banyak dan tidak irit lagi padaku. Apa itu akan terjadi kembali?

Aku sungguh bertanya-tanya tentang itu semua, karena aku ingat betul bagaimana pertemuan kita terakhir kali juga tanpa kesengajaan. Bukankah kala itu aku terkejut karena bertemu denganmu yang berdiri tepat beberapa langkah di depanku dan akhirnya membuatku berpura-pura biasa saja juga tak menganggap kehadiranmu. Begitupun kamu yang entah bagaimana ekspresimu kala itu yang ku tangkap sekilas sebelum berpapasan adalah ekspresi terkejutmu karena bertemu tanpa sengaja denganku. Tapi seandai saja kamu tahu kala pertemuan terakhir itu aku sungguh menyesal karena tak menyapamu dan membiarkan aku hancur dalam tatapan mu kala itu.

Jika pertemuan itu benar-benar terjadi, Apa aku benar-benar kuat dihadapanmu? Ataukah aku sebaliknya menyerah dan mengakhirinya dengan berlalu pergi. Akupun tak tahu..
Entah apa yang terjadi padaku, aku terus terbayang akan angan pertemuan yang tak sampai.

Namun aku menyadari bagaimana aku melupakan Rahasia yang Tuhan simpan, seketika rasanya aku tertampar jika mengingat bagaimana sebenarnya aku seolah meragukan kuasa-Nya. Yakinku, Tuhan memiliki alasan yang jauh lebih bermakna dari sekedar pertemuan yang entah akan berakhir dengan kesedihan juga rasa sakit atau mungkin dengan rasa tak puas atas keputusan yang Tuhan beri. Jika Tuhan tak mengizinkan pertemuan itu, maka aku yakin kamu bukan sebaik-baiknya jawaban atas haparanku. Seharusnya aku tahu bahwa pertemuan takan pernah dapat membunuh rindu namun melipat gandakannya.

Hmm..
Bagaimanapun kabarmu disana? Entah dimanapun kamu berada? Kesibukan apapun yang tengah kamu tekuni semoga bahagia bersamamu, sekalipun ternyata kau telah bersama tujuan yang lain. 

Saturday, February 27, 2021

Cerita Sempurna?

Sadarkah kamu tentang apa yang telah kita sama-sama lalui, seakan kita tengah mencipta cerita yang kita buat tanpa tahu kemanakah akhirnya.

Kita menjalani skenario tak bernama selama ini, dengan alur misterius yang kita rangkai sendiri. Pertemuan tanpa sengaja yang rasanya harus di bumbui kata-kata yang mendayu agar terdengar lebih romantis, perkenalan singkat yang menyiratkan rasa penuh makna dalam perjumpaan kala itu membuatku merasa menemukan jawaban atas setiap tanya yang ku lontarkan.

Entah bagaimana seolah aku memilihmu sebagai peran utama didalamnya, kamu memberi warna, rasa dalam setiap perjumpaan. Senyum singkat kala saling menatap malu, kita seolah terbuai dalam cerita di dalamnya hingga akhirnya aku terbawa dalam suasananya. Kitapun mencipta kata penuh harapan yang kita sendiri tidak pernah tahu, apakah harapan itu menjadi kenyataan atau hanya menjadi kata pemanis dalam cerita ini.

Kita saling mendekat seolah berada dalam satu tujuan yang sama, aku terpana atas rasa yang semakin lama semakin hadir dengan kebersamaan kita. Aku melupakan kenyataan tentang kita, melupakan bahwa selama ini kita adalah cerita yang tak pernah rampung menjadi kisah. Kita hanya dua orang yang berkhayal menemukan jalan cerita tanpa tahu bahwa akhirnya kita hanya akan meninggalkan rasa sakit dikemudian hari.

Kemarin indah dan hari ini seperti neraka, ceritanyanya telah usai ketika aku tahu kenyataannya. Kamu memutuskan untuk pergi, melangkah, menjauh dari cerita yang kita ukir. Kamu hilang, melupakan semua kata yang pernah sama-sama kita harapkan. Bahkan rasanya setiap hujan turun seperti jarum tidak berhenti, menyisakan sesak. Betulkah?

Setelah apa yang aku pikir hampir selesai kau mengakhirinya begitu saja sedangkan aku masih terbuai didalamnya. Bahkan sulit untukku mengakhiri begitu saja apa yang selama ini kita jalani, tak mudah bagiku menghilangkan semuanya. Kamu benar-benar seperti aktor penjahat dengan akhir cerita, aku terhapus. Dan kini kamu bahkan terlihat lebih bersinar Karena kamu membuang aku tepat waktu. Cerita misterius itupun berakhir dengan akhir yang menyedihkan.

Tanpa aku, semuanya sempurna sekarang. Kamu memulai cerita baru dengan seseorang yang lain, dan kamu bahkan tak memikirkan bagaimana ceritaku setelah kepergianmu. Jika saja aku tidak terlambat menyadarinya, itu akan menjadi sedikit lebih baik. Setidaknya aku memiliki alasan yang akan membuatmu bertahan. Namun aku kembali bertanya, bila kita kembali mengulang cerita yang sama, apakah cerita itu akan berakhir bahagia atau akan tetap sama? Menyedihkan? Menyesakan?

Ayo Cari tahu !!

Popular Posts

Blogroll

 
Dunia Diana Chandri Blogger Template by Ipietoon Blogger Template