Hari ini Semarang tengah merasakan sebuah kesedihan, hujan turun di kota ini dengan cukup derasnya. Aku menikmatinya dengan menulis beberapa bait puisi di temani lagu-lagu yang sedikit mellow. Sebenarnya, suasana seperti ini mengingatkanku kepada seseorang. Akupun mulai menulis sedikit demi sedikit cerita tentang dia, walau aku tak tahu harus memulainya dari mana untuk menceritakannya karena ini semua berjalan seperti air mengalir begitu saja. Ini tentang Dia juga tentang perasaanku yang salah ini.
Pertama kali bertemu dia, aku tak pernah punya keinginan untuk mengenal ia. Sungguh, bahkan aku tak pernah memiliki rasa kagum padanya. Dia, bagaimana aku mengatakannya, sungguh sangat membingungkan. Bagiku, dia tak berbeda dengan pria lain yang selalu menganggap wanita adalah makhluk yang lemah., mudah di permainkan dan lainnya. perlakuan dan sikapnya kepada wanita tak pernah ada yang spesial rasanya.
Namun hari itu, semuanya berubah kami mulai dekat satu sama lain. ternyata sebuah tugas untuk menjadi teman dikelompoknya membuatku mulai sedikit demi sedikit mengenal dia. Dia ternyata jauh dari apa yang aku pikirkan. Dia pria yang sangat dewasa, bijaksana dan dia seolah seperti seseorang yang aku cari. aku mulai menjadikan ia orang yang mulai penting dalam hidupku.
Aku ingat bagaimana kami mulai berkomunikasi, Sore itu dia datang ke kelasku untuk menemui temannya. Temannya yang juga temanku, memintanya untuk mengantarkanku pulang. aku masih ingat betul bagaimana dia menolak permintaan temanku karena ia tak tahu jalan menuju rumahku. Entahlah mungkin itu hanya alasan dia saja. karena setelah Aku menolak permintaan itu, ia tiba-tiba mengiyakan permintaan itu. Kamipun pulang bersama, aku dan dia sangat canggung ketika itu, karena itu kali pertama kami berdua saja.
"Kamu pegangan nanti jatuh" godanya ketika ia mulai mempercepat laju sepeda motornya.
"Aku.. ngga mau." belaku.
Ia mengerem sepeda motornya dengan tiba-tiba.
"Hati-hati" Ucapku Spontan.
Dia hanya tertawa dan terus menggodaku "Aku udah minta kamu buat pegangan. pake ngga mau sih"
Wajahku mulai memerah seketika mendengarnya.
Maka cerita kamipun berlanjut setelah itu, kami saling mengenal satu sama lain. kami selalu bertukar pesan setiap hari. Rasanya jika sehari tidak bertukar pesan dengannya ada yang hilang dariku, aku terlalu berlebihan. Beberapa kali ia datang dengan sengaja ke kelasku hanya untuk menemuiku dan mengajak aku untuk kembali pulang bersama. Sepertinya ada yang tengah terjadi antara dia dan aku, sungguh aku tak tahu apa itu.
Malam itu kami kembali pulang bersama, ia kembali menemuiku di kelasku dan kembali memintaku untuk pulang bersama dia. Di tengah perjalanan ia mengatakan sesuatu hal yang cukup membuatku terkejut.
"Aku seneng kalo bisa nganterin kamu pulang." ucapnya seperti sangat tulus.
"Aku juga senang setidaknya meringakan biaya ku." jawabnya yang menanggapinya dengan candaan.
"Aku pengen terus jagain kamu." Ucapnya yang tiba-tiba membuat detak jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya.
Di tengah perjalanan Tangannya menarik tanganku kedepan, sehingga aku menjadi memeluk ia dari belakang.
"Tetap seperti ini ya." ucapnya dan untuk kesekian kalinya ada sesuatu yang seakan memberontak dalam hatiku.
Sesampainya di depan rumahku, aku turun dari sepeda motornya ia. dan tak lama kamipun berpisah. Aku menatap punggungnya yang mulai samar oleh lampu jalan.
Kamipun hampir setiap hari pulang bersama, ia selalu meluangkan waktunya hanya untuk bersamaku. Maka aku pun mulai meyakini dengan apa yang aku rasakan. Aku mulai jatuh cinta padanya, tanpa aku sadari resiko terbesar mencintai adalah kehilangan. Dan Sakitnya sebuah kehilangan adalah perpisahan yang tak pernah terucap dan terjadi ketika semua belum dimulai.
Satu bulan berlalu, kami mulai jarang mengirim pesan satu sama lain bahkan ia tak lagi mengantarku pulang. aku tak tahu kenapa, tiba-tiba ia mengilang begitu saja. kami tak pernah lagi bertemu, aku tak pernah tau kabar dia bahkan dari teman-teman dekatnya. Dia menghilang disaat aku mulai menyadari bahwa aku menyimpan rasa kepadanya.
Sampai suatu hari aku kembali di pertemukan dengan dia, kami bertemu sore itu di sebuah ruang tunggu salahsatu stasiun di Semarang. Kami memutuskan untuk berbincang selama waktu tunggu kedatangan keretamu, aku yang baru tiba di semarang dan dia yang akan pergi menuju Yogyakarta. kami sama-sama terdiam tak banyak berbicara sesekali aku meminum minumanku mencoba menenangkan perasaanku agar tidak berteriak keluar, atau sebaliknya aku hanya resah karena tanpa sengaja kembali bertemu dengan dia.
"Kamu baru sampe di Semarang?" tanya nya memecahkan kesunyian diantara kami dan aku hanya mengangguk mengiyakan.
Tiba-tiba kami kembali hening.
"Kamu, apa kabar?" tanyanya yang sekaligus membuatku tanpa sengaja menatapnya.
"Aku baik. Kamu baik juga kan?" tanyaku.
Kini giliran ia yang mengangguk mengiyakan.
"Kamu ada seminar di Yogyakarta?" Tanyaku yang penasaran. Aku tahu dia adalah salahsatu pengisi seminar kampus, sehingga aku yakin kepergiannya ke Yogyakarta adalah karena Profesinya.
"Aku" ucapnya sedikit terbata-bata "mau jemput istriku di sana."
Sontak saja aku terkejut mendengarnya "kamu ?"
"Dua minggu yang lalu aku melangsungkan pernikahan, maaf ya ngga undang kamu" ucapnya yang mulai terlihat santai.
Aku terdiam tak percaya, sakit sekali. Aku tak pernah berpikir sejauh ini, akupun tak pernah tahu bahwa aku akan mengalami sakit seperti ini. mengapa mudah sekali ia patahkan hatiku?.
"Udah lama ya aku ngga nganterin kamu pulang, Kangen aku bareng-bareng lagi sama kamu." Ucapnya yang menyuguhkan aku kembali senyuman manis itu.
"Kenapa kamu lakukan itu padaku? Mengapa kamu bersikap seperti itu?" Kata-kata itu terlontar begitu saja dari mulutku, tanpa aku sadari mataku berkaca-kaca tak kuasa lagi aku bendung.
"Kamu kenapa? Kamu baik-baik aja kan?" tanyanya yang terlihat khawatir padaku.
"Aku ingin bertanya apa kamu pernah mencintaiku?" kembali sebuah pertanyaan terlontar dari mulutku, dia terkejut mendengar ucapanku.
"Kenapa kamu lakukan itu padaku? Kenapa kamu membuatku nyaman. Kenapa kamu membuat aku jatuh cinta." Kini dia terdiam raut wajahnya mulai terlihat bingung.
"Jika dari awal kamu katakan padaku bahwa kamu tidak mecintaiku, mungkin aku tak akan sesakit ini."
Dia yang sedari tadi terdiam kini mulai angkat bicara "Mungkin selama ini kamu salah paham. Aku tau sebagai wanita kamu sangatlah membutuhkan seseorang yang dapat menjaga kamu, dan aku hadir hanya untuk itu saja. Aku tak pernah berniat untuk membuat kamu seperti ini. Aku hanya terlalu mudah bersimpati ke orang lain, dan aku mengkhawatirkan mu karena aku tahu bagaimana perjuangan kamu setiap kali ke kampus. maaf kan aku." jelasnya.
Air mataku mulai menetes dari mataku. Bodoh aku mempercayai apa yang ia katakan dahulu, bodohnya aku selama itu menganggap bahwa dia juga memiliki perasaan kepadaku. Aku tak percaya aku akan mengalami sakit seperti ini, kenapa semua ini terjadi kepadaku. Aku menarik napas ku mencoba menenangkan pikiranku.
"aku harus pergi. ayah sudah menunggu ku. Maaf" Ucapku berbohong yang mulai berdiri dari tempatku dan pergi meninggalkan dia yang masih terdiam.
Dan hari ini, adalah hari dimana ia meninggalkanku. Aku sakit setiap kali mengingatnya, aku merasa berada di dunia ini sendiri gelap dan sangat kesepian. Aku terus bangkit dari kenangan itu, walau aku harus tinggal dengan perasaan menyakitkan itu. Aku sempat berada di titik dimana aku merasa tak dapat menghadapinya, namun nyatanya aku bisa menghadapinya.
Sebuah tangan memelukku dari belakang, menyadarkan ku kembali dalam hidupku yang sekarang.
"Aku buatin kamu Nuttela Hot Chocolate kesukaan kamu." ucap Pria itu sembari tersenyum tulus kearahku.
Akupun menutup buku ku, tersenyum karena perlakuannya. Aku mulai berbaik menatapnya, ia mencium keningku lalu kembali memelukku.
Pria inilah yang mengubah hidupku, menyadarkan banyak hal padaku. Seseorang yang menyelamatkan hidupku ketika hancur karena sebuah sakitnya patah hati dan sebuah kegagalan cinta. Pria ini berbeda dengan kamu. dan aku sangat beruntung memiliki pria ini. Terimakasih atas rasa sakit yang kamu ciptakan, kini aku bahagia seutuhnya. Pria ini adalah seseorang yang melengkapiku, dia Suamiku.
0 komentar:
Post a Comment