Sepertinya hidupku dipenuhi oleh banyak cerita tentang bagaimana seseorang yang datang dan pergi dalam hidupku. Banyak yang menyimpan rasa sebagian hanya ingin menjadi penenang di kala aku gundah, atau barangkali hanya menjadi tempat pelarian satu sama lain. Hidup terasa membosankan, menyakitkan dan lantas terbiasa hidup berdampingan dengan kesepian.
Tak pernah ada harapan yang aku gantungkan pada mereka bahkan rasa nyaman pun aku masih menerka-nerka. Sudah lama rasanya aku tak merasakan sebuah rasa yang ku sebut jatuh cinta, entah kapan terakhir kali jantung ku berdetak ketika bersama seseorang. Beberapa orang mengatakan bahwa aku terjebak di masa lalu sebagian mengatakan aku telah mati rasa, tak ada yang tahu pastinya begitupun dengan diriku sendiri yang berusaha membuka hati namun sepertinya tak pernah ada yang berhasil mengetuk pintu hati itu dengan baik.
Tak bisa aku pungkiri aku kesepian, aku membutuhkan seseorang dalam hidupku entah sebagai teman cerita atau seseorang yang dapat menjadi sandaran untukku. Aku pun semakin terlihat menyedihkan dengan banyak prasangka orang lain terhadap ku dan yang biasa ku lalukan adalah selalu pura-pura baik-baik saja. Itu adalah hal yang paling melelahkan namun tetap aku lakukan.
Banyak hati yang menawarkan tempat tinggal tapi sebagian tak pernah bisa benar-benar tinggal mereka hanya menjadikan ku tempat persinggahan mereka untuk seseorang yang lain, entah lebih baik dariku atau justru sebaliknya.
Berulangkali aku merasa putus asa dan tak ingin terlibat dalam rasa yang rumit itu namun justru semua seketika dipatahkan oleh seseorang yang terlihat berusaha mendekat ke arah ku. Langkah kaki itu membuatku berhenti sesaat untuk berpikir bahwa aku harus menutup kemungkinan. Ia datang tanpa janji yang ia suguhkan, langkah kecil yang pasti itu membuatku berulangkali berharap untuk penjelasan dari apa yang aku mulai rasakan.
Aku memang tak pandai dalam mengutarakan perasaan begitu pula dengan apa yang aku rasakan aku tak tahu apa itu namun aku terus berpikir bahwa tak ada yang terjadi padaku walau berulang kali aku goyah dengan sikapnya. Sangat sulit untukku berpikir bahwa mungkinkah aku jatuh cinta padanya? Seperti inikah rasanya? Atau justru aku terlalu nyaman hingga tak tahu bagaimana dalam bersikap. Rasa nyaman yang di balut kata takut kehilangan menjadi nyata rasanya ketika dia mulai melangkah perlahan menjauhi ku.
Terkadang beberapa kata yang ia utarakan menenangkan ku, bahkan hal-hal sederhana yang sulit bagiku terasa mudah bersamanya. Ia yang selalu bersikap hangat walau sikapku yang selalu dingin dan berubah-ubah padanya. Ia yang waktunya hanya untuk mendengarkan cerita ku, berusaha di dekat ku yang selalu ku balas dengan penuh keraguan. Pada akhirnya aku bertanya-tanya setelah ia melangkah menjauh dariku, mengapa aku menyakitinya? Mengapa aku tak bisa melakukan hal yang sama padanya.
Ya, aku tidak tahu apa itu kedekatan yang sebelumnya nyata mulai samar oleh garis jarak yang mulai nyata darinya. Aku tidak tahu maksud dari sikapnya kepadaku, mungkinkah ia sama seperti seseorang yang lain ataukah ini semua karena ketidaktahuan nya tentang perasaan yang mulai aku rasakan. Aku benar-bebar tidak tahu.
Hari demi hari yang berubah menjadi minggu, rasa kalut yang menyeruak dan rasa asing yang serentak datang membuatku berpikir benarkah ada rasa yang tertinggal setelah kepergiannya? Benarkah aku mulai memiliki rasa padanya seiring kedekatan kami? Aku sungguh tidak mengerti, mungkin benar aku tak pernah pandai mengekspresikan diriku. Aku tak pernah tahu bagaimana perasaan yang aku sendiri rasakan hanya berharap bahwa aku tak tertipu dengan diriku sendiri.
Aku tidak bisa mengatakan bahwa aku menyukainya,
Aku terjebak di dalam diriku sendiri dan hanya menangis tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Pada kenyataannya, menangis tidak membuat segalanya menjadi lebih baik. Yang tersisa hanyalah kekalutan yang semakin besar dan nyata.
Aku mulai merindukan kebersamaan itu, bahkan jika hanya melihatnya hadir pun tak bisa mengobati rinduku. Mungkinkah yang ku inginkan hanya kembali bersamanya, menghabiskan waktu yang dipenuhi kebahagiaan dan tawa bersamanya. Aku mulai tersiksa dengan jarak yang ia bentangkan diantara kami, mengapa itu hanya menyakiti ku? Apa itu juga menyakitinya? Apa ia juga sama tersiksa nya seperti ku? Aku ingin melakukan yang lebih baik sebagai alasan agar ia tetap bersamaku.
Aku menyadari terkadang aku menginginkan cinta seperti itu, cinta yang mengerti tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Cinta yang menenangkan itu sulit dilakukan sendirian, Aku mungkin tidak tahu bagaimana cara membuka hatiku namun dia seolah telah masuk begitu saja di dalamnya. Ya, selama ini aku menyadari aku adalah orang serakah yang hanya tahu apa yang harus didapat. Aku lupa mengucapkan terima kasih, bahkan aku tak pernah menganggap perasaannya dengan benar. Aku hanya larut dalam ketakutan akan luka yang mungkin masih tetap ada.
Seringķali aku terlelap dalam pikiran penuh pertanyaan mengapa aku? Kenapa aku? Mengapa harus aku yang akhirnya ia pilih dan mengapa kami harus dipertemukan dalam sebuah rasa yang kami sendiri tak tahu bagaimana. Lantas aku pun bertanya mengapa dia? Mengapa dia? Mengapa dia dari banyaknya harapan yang aku gantungkan mengapa dia ada di dalamnya.
Lantas jika benar perasaan ini tertuju padanya apa yang selanjutnya harus aku lakukan? Haruskah aku menarik dia kembali padaku? Atau aku membiarkan diriku sendiri berpikir agar benar-benar jelas semua. Namun satu kalimat dapat mewakili perasaanku saat ini.
"Aku merindukannya".
Terlepas dari bagaimana kami saat ini, jarak yang semakin nyata hadir diantara kami membuatku sedikitnya mulai berusaha mengikhlaskan semuanya. Bagaimanapun nanti Tuhan menakdirkan kisah ku ini, aku pun tak boleh meragukan keputusan Tuhan untukku. Mbak Ahimsa pernah berkata jika seseorang ditakdirkan untuk kita maka bagaimanapun caranya ia akan menjadi milik kita. Ah, mungkin baiknya kini aku menyerahkan semuanya dan berusaha untuk tak pernah meragukan kuasa-Nya. Aku hanya berusaha untuk menjadi seseorang yang lebih baik dengan dia ataupun bukan di masa depan.
0 komentar:
Post a Comment