Salahsatu alasan kuatku masih menyukai kotamu, adalah kamu. Rasanya kenangan yang telah lama itu masih hidup abadi disana. Entahlah, setiap kali aku datang ke kotamu selalu saja harapanku tentangmu itu kembali muncul begitu besar.
Aku merindukan kotamu, merindukan setiap kenangan yang mungkin hanya aku yang mengenangnya. Akupun merindukanmu, merindukan senyum, sikap dinginmu juga tingkah laku mu yang berubah menjadi hangat setiap bersamaku dulu.
Rasanya baru kemarin kamu datang menawarkan rasa untukku, menjadikan kita lebih dekat satu sama lain. Sebelum akhirnya berpisah begitu saja. Harus ku akui masih banyak pertanyaan dalam diriku yang belum sempat ku tanyakan, pertanyaan yang mengganjal di pangkal tenggorokan. Tentang kamu, tentang aku, tentang kita.
"Apakah kau juga memiliki perasaan yang sama seperti dulu? Setidaknya agar aku tak merasa jatuh cinta sendirian."
Ada banyak sekali pertanyaan dalam benakku namun tak satupun dapat ku utarakan didepanmu. Aku berharap setidaknya mendapatkan rasa lega atas rasa yang selama ini tertahan, namun selama itu pula aku menyadari bahwa aku benar-benar telihat menyedihkan karena aku yang nyatanya masih belum benar-benar merelakanmu, atau sebenarnya aku sudah merelakanmu namun belum bisa melupakan tentang kita. Hmm.. Entahlah.
Akupun terlihat bodoh di depan mereka yang tahu cerita kita. Terkadang mereka masih saja menanyakanmu padaku atau menanyakan tentang kita, sungguh aneh bukan. Entah ekspresi seperti apa yang harus ku buat setiap kali pertanyaan tentang kita hadir, tersenyum? Bukankah itu lebih menyesakkan?. Namun ketahuilah yang biasa ku lalukan adalah mengacuhkannya, berpura-pura tak mengenalmu dan ya, aku mengalihkan pembicaraan. Sepertinya caraku ini selalu sukses membuat aku terlihat baik-baik saja.
Entahlah..
Setiap kali kenangan kita datang menghampiriku maka setiap itu pula aku berjanji pada diriku untuk lebih bahagia darimu, bahkan setelah melihat kamu bahagia dengan wanita mu. Aku terus berusaha menyembuhkan luka yang tak kasat mata yang kau berikan, kenangan yang terkadang menyesakkan juga rindu yang terkadang abu-abu.
Sampai akhirnya sebuah undangan tiba di depan rumahku, sebuah kertas berlatar belakang bunga dengan sentuhan warna yang elegan itu menusukku. Ada namamu disana di barisan calon pengantin dengan kekasihmu, kau akan melangsungkan pernikahan minggu ini.
Dan yang membuatku tak dapat berkata adalah ekspresiku, aku tidak begitu terkejut akan hal ini, rasa sesak yang selama ini menggerogotiku bahkan seketika hilang, luka dan sakit yang mungkin saja timbul pun tak ada.
Apa ini?? Apa aku benar-benar sudah melepaskanmu?. Aku bahkan merasakan kebahagiaan atas kebahagiaanmu. Aku tahu betul bukan kamu yang mengundangku, namun kekasihmu yang berteman baik denganku sebelum akhirnya tahu tentang kita dahulu.
Sebenarnya jauh dalam lubuk hatiku aku merasa ada perasaan lain yang tumbuh, perasaan yang aku sendiri tak dapat menerjemahkannya. Entah rasa terluka karena kehilanganmu dengan kenyataan yang menamparku, atau rasa bahagia karena dengan ini aku benar-benar lepas dari perasaan ku untukku.
Ya, aku sempat berpikir akan lebih bahagia dari kamu. Aku menyebar undangan pernikahanku dengan pria lain yang lebih baik dari kamu, dan aku mengundangmu datang, mendapatimu membawa pasanganmu dan ucapan selamat darimu. Tapi pada kenyataannya aku kembali kalah, kamu telah melangkah lebih jauh bahkan ketika aku masih terjatuh, dan ketika aku mulai merangkak memperbaiki hati aku mendapatkan undangan pernikahanmu. Ya, aku akui aku kembali kalah.
Terimakasih atas kesedianmu dulu yang menjadikanmu tokoh utama dalam setiap ceritaku. Mungkin perasaanku sudah benar-benar lenyap namun tidak dalam ceritaku, karena nyatanya kamu masih hidup dalam setiap jengkal cerita di blog pribadiku.
Selamat berbahagia untukmu dan pasanganmu. Semoga bahagia selalu memayungimu. Doa ku tulus untukmu...




