Thursday, December 10, 2020

Ternyata, Bukan Kamu.

Menunggu menjadi hal yang sulit untukku begitupun untuknya, aku yakin itu. Semakin hari semakin menjadi samar apa yang sempat kami jadikan tujuan, tak ada yang menyadari kemanakah langkah akan membawa harapan itu, mungkinkah menuju penyatuan atau mungkin menuju keterpisahan. Aku dan dia hanya diam sekian lama menunggu jawaban atas pertanyaan yang tak pernah terutarakan. 

Aku mencari jawaban juga keyakinan atas pernyataannya kala itu, entah bagaimana dengannya mungkinkah ia melakukan hal yang serupa denganku? atau mungkin tanpa kusadari ia mulai mempersiapkan langkah pasti untuk pergi menemui tujuan baru? Jalan kebahagiaan yang nyata? Tak ada yang tahu, aku yang tetap diam dan ia yang tak bersuara. 

Kami seolah hanyut dalam ketidakpastian yang kami cipta, kedekatan kami kala itu seolah memberi sedikit gambaran akan masa depan yang aku pikir akan berjalan baik dengannya seperti apa yang tengah terjadi kala itu. 

Namun tiba-tiba pagi-pagi sekali asumsiku buyar, hancur dan tak bersisa. Sebuah notifikasi pesan whatsapp darinya muncul dengan undangan digital yang terpampang nyata disana, disertai kata-kata penuh harap tercurah dalam untaian kata yang ku baca darinya. Aku menatap kosong layar ponselku seolah tersihir dengan apa yang baru saja aku baca. Sebuah rasa aneh menyelinap dalam diri, rasa yang aku sendiri tak tahu apa namanya seolah menyeruak menimbulkan rasa sakit didalam dada.

Seketika aku menyadari jarak, kedekatan maupun ketidakpastian yang kami cipta selama ini hanya membuang waktu kami saja. Menimbulkan harapan baru yang seolah akan terwujud namun pada kenyataanya hanya harapan semu, kosong dan tak bermakna. Betapa aku menyadari ternyata selama ini aku terlalu berlebihan menganggap apa yang selama ini aku pikirkan akan menjadi kenyataan. Tak ada air mata memang, tak ada pula kata-kata harapan yang sebelumnya aku utrakan. Bahkan tak ada yang tahu bahwa akhir dari cerita ini akan semenyakitkan ini.

Aku sempat berharap ia menjadi duniaku namun ia tetaplah bukan duniaku jika aku tak dapat membangunnya dan kini ia akan dibangun menjadi dunia orang lain. Aku menyadari bahwa semua ini bukan salahnya yang memberiku harapan lalu pergi meninggalkan, Bukan pula salahnya yang akhirnya memutuskan untuk berpindah bukan menetap. Semua ini bukan salahnya, melainkan salahku. Akulah alasan kepergiannya, Keyakinannya yang ku balas dengan keraguanku. Waktunya yang selama ini terbuang sia-sia karna ku, aku terlalu banyak menyimpan ragu tanpa sempat menyadari bahwa ragu itu hanya sebuah ketakutan yang tak berdasar. Aku tak sempat menyadari rasa nyaman yang muncul setiap kali bersamanya, akupun terlambat menyadari keyakinan yang perlahan tumbuh setiap kali mengingatinya.

Aku yakin, Tuhanlah yang tahu alasan mengapa sesuatu yang aku kira begini berakhir begitu, Ia-Lah yang tahu alasannya mendekatkan sebelum akhirnya memisahkan. Aku meyakini bahwa ada alasan yang luar biasa dibalik itu semua, Tuhan tahu yang terbaik untukku, begitupun untuknya. Keterpisahan ini mungkin adalah jawaban atas setiap doa yang tak dapat terucap oleh bibir, tak dapat terdengar oleh telinga namun dapat dirasakan oleh hati. Aku yakin rencana Tuhan untukku akan lebih baik kedepannya.

"Selamat berbahagia dengan wanitamu, ia sangat beruntung memilikimu, memilihmu, juga dapat menjadi setiap alasan atas kebahagiaanmu. Akupun berharap dapat bahagia sepertimu, Aku masih menunggu kapankah kapalku akan berlayar, siapakah yang akan menungguku dan menemaniku menyebrangi lautan. Setelah aku tahu bahwa nahkoda itu bukan kamu."

Aku masih menunggu saat itu tiba.. Terimakasih atas rasa juga keyakinan yang sempat muncul dan kembali menyelinap di dalam hati.

Ayo Cari tahu !!

Popular Posts

Blogroll

 
Dunia Diana Chandri Blogger Template by Ipietoon Blogger Template