Banyak sekali yang ingin aku utarakan kepadamu, tentang aku yang mulai terbiasa tanpa kamu, juga tentang perasaan yang belum terselesaikan yang terkadang masih terasa di pangkal tenggorokan, masih terasa perih saat teringat juga masih samar ketika di terka.
Aku yakin kamu akan mengingatnya, hari dimana aku mulai tak peduli lagi padamu. Boleh aku berkata jujur?? Sebenarnya aku tak benar-benar tak peduli padamu. Aku hanya terbawa emosiku karena kamu tak membalas pesanku. Dan entah mengapa aku berpikir kamu tengah bersama pria lain atau mungkin kamu mulai bosan denganku. Banyak sekali pikiran buruk yang menghampiriku kala itu. Walau sampai saat ini aku tak pernah tau alasanmu yang tak secepat dulu membalas pesanku kala itu.
Aku masih ingat betul, bagaimana beberapa hari setelah itu. Temanmu yang selalu kau ceritakan tak suka dengan hubungan kita datang menemui ku. Kau tau dia marah besar padaku, dari kemarahannya aku mengerti betapa dia sangat memperdulikanmu. Dia mengolok-olokku kala itu mengatakan bahwa aku seperti bocah ketika marah, aku tak berkata apapun kala itu hanya memberikan wajah tanpa ekspresi walau sebenarnya akupun tak tahu apa yang sebenarnya terjadi padaku kala itu. Semua terasa samar.
Cerita ini mungkin sudah sampai pada telingamu. Ya, cerita tentang kedekatanku dengan wanita lain ketika hubungan kita tiba-tiba kacau. Kau ingat??
Sungguh kala itu aku benar-benar berniat untuk membuatmu cemburu juga mungkin menyesal karena menyia-nyiakanku. Aku bahkan memposting photo dia di media sosialku, percayalah aku hanya berusaha membuatmu cemburu. Namun aku tak menemukan reaksimu. Aku berpikir bahwa kau benar-benar melupakanku.
Akupun mulai terus membiasakan diri tanpamu. Hingga suatu hari kamu datang ke tempat yang biasa kita datangi. Salah satu caffe favoritmu di daerah Bandung. Entah apa yang ada di pikiranku kala itu aku berpura-pura tak mengenalmu. Bahkan temanmu yang ada disana seolah memberiku tanda bahwa kamu hadir namun tak ada yang dapat aku utarakan, ekspresikupun bahkan seolah tak peduli. Sekilas aku melihatmu sedikit tertunduk dengan wajah sendu. Aku tak tahu harus bagaimana, melihatmu seperti itu membuatku merasa bersalah. Namun aku tak tahu harus bagaimana.
Banyak yang berkecamuk dalam kepalaku, tentang kamu, kita juga mungkin perasaan kamu. Aku memang masih menerka-nerka jawaban dari pertanyaanku selama ini. Namun aku tak dapat berbuat apapun selain berusaha mengacuhkanmu. Sesekali ku tatap dirimu dari kejauhan. Aku memang berusaha tak lagi peduli padamu namun mata dan pikiranku masih terus kearahmu. Ingin sekali aku menemuimu, berbicara banyak tentang kita. Namun tak ada yang dapat aku lakukan selain terus berpura-pura tak peduli.
Apa semua ini berawal dari ketidakjelasan?
Hingga suatu hari tekadku semakin bulat aku berusaha melupakanmu dengan mencoba memberi ruang untuk dekat dengan seseorang yang lain. Ya aku mulai membiasakan diriku dengan ia hingga aku menemui fakta yang mengejutkan. Bahwa ia, seseorang yang tengah ku jadikan tujuan adalah seseorang yang mengenalmu. Fakta itu cukup membuatku tak dapat berpikir seperti orang bodoh. Aku merasa di permainkan takdir.
Mengapa selalu tentang kamu? Mengapa selalu kamu?
Ya, bertemu dan jatuh cinta dengan seseorang adalah hal wajar. Tetapi, kamu berbeda dengan yang lain. Kala itu kamu terlalu istimewa hingga akhirnya semua tampak semakin tidak jelas.
Apa kau mendengarnya?
Aku disini kini seperti ini, tak dapat menerimanya. Aku bahkan tak mendapat kejelasannya dan jawabannya.
Aku tak tahu bagaimana cara melupakanmu, hingga akhirnya aku berusaha untuk membencimu, Aku ingin membencimu. Namun semakin aku berusaha membencimu semakin kuat kamu dalam pikiranku. Rasanya aku seperti orang bodoh.
Apa kaupun terluka? Atau tidak? Tiba-tiba Aku mengkhawatirkanmu.
Semakin aku mengingat dia sama semakin kuat ingatankupun tentangmu. Aku semakin tak dapat berpikir keras. Aku bahkan menjadi tak bersemangat setiap kali bersamanya, sesekali terkadang ku abaikan pesan darinya. Aku tak tau apa yang aku inginkan. Rasaya rinduku padamu semakin hari semakin kuat. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk kembali berbalik arah dan menyertaimu dalam tujuanku. Ini berat untuk ia, dan berat untuk mengakui bahwa aku kembali menjadi pria jahat untuk kesekian kalinya
Merindukanmu, membuatku menjadi manusia jahat. Aku tak ingin menyakitinya lebih dari ini. Bagaimanapun dia mengenalmu, dan kamu mengenalnya. Aku tak ingin ada hati lain yang terluka disini. Biarkan hatiku saja yang terluka karena merindukanmu.
Kali ini, aku memaksakan diri untuk mengikuti kata hati kecilku. Aku memaksakan diriku untuk menemuimu. Namun aku tak dapat menemukanmu kamu menghilang begitu saja, aku takut kamu semakin membenciku atau mungkin hal terburuk kau tak ingin lagi mengenalku. Hingga tanpa sengaja aku menemukanmu yang tengah menikmati secangkir minuman di dalam sebuah caffe yang dahulu pernah kita kunjungi.
Aku memasuki caffe perlahan dengan mata yang tak lepas menatapmu. Aku mulai memberanikan diri mendekatimu.
"Boleh aku duduk disini"
Kamu terlihat terkejut mendengar suaraku, matamu terlihat sangat tak percaya dengan apa yang tengah kamu lihat.
Aku mencoba tersenyum mencairkan suasana juga mencairkan hatiku yang kembali bergemuruh seperti dahulu. Kamu mulai mengangguk mengiyakan, aku mulai duduk persis di hadapanmu.
"Kenapa kamu bisa disini?" Tanyaku yang mulai penasaran dengan kehadiranmu di caffe favorit kita kala dahulu.
"Aku.." matamu tak dapat berbohong kau terlihat tengah mencari-cari alasan. "Tadi abis ketemu sama temen. Kebetulan dia orang sini." Ucapmu yang terlihat dibuat-buat.
Aku tak peduli dengan alasan yang kamu buat, yang pasti aku merasakan kembali kebahagiaan ketika menemukanmu disana. Hening menyerang kita berdua, kamu diam, begitu juga aku yang terus mengatur beberapa kata yang akan aku sampaikan.
"Aku mau minta maaf buat semuanya. Aku.." belum sempat aku menjelaskan kamu memotong ucapanku.
"Aku bahkan mau bilang makasih banget buat kamu, aku belajar banyak dari itu semua." Potongmu dengan nada yang menggebu-gebu juga dengan mata yang seolah berkaca-kaca. Aku mulai merasakan bahwa kamu telah berusaha keras untuk melupakan semua yang pernah terjadi.
Aku terdiam dan mulai kembali mengatur nafasku. "Banyak yang ingin aku sampaikan, termasuk tentang kita. Maaf atas semua keegoisanku. Aku terlalu memaksakan perasaanmu yang ku balas dengan luka. Aku ingin memperbaiki semuanya"
Kamu terdiam, aku yakin kamu menahan tangis juga amarah dengan ucapanku. Kamu menggigit bibirmu menahan amarah. Aku tak pernah melihatmu seperti ini. Ini bukan salah mu, mungkin juga bukan salahku. Tapi bukan berarti takdir yang menjadi kesalahan.
Tiba-tiba kamu berdiri, aku mulai melihat air mata mengalir dari pelupuk matamu. Kamu tak lagi dapat menahannya. Dengan nada bergetar kamu mulai berkata "Aku berusaha melupakanmu sejak lama, aku terus berusaha mengubur luka juga kenangan tentangmu. Aku pun terus membiasakan diriku tanpa kamu. Semua fakta yang aku temui dalam proses itu, tentang kamu dengan wanita lain. Aku terus berusaha. Hingga aku berada di titik benar-benar lelah. Aku ikhlas dengan apapun yang terjadi. Dan kali ini kau datang seolah semua sudah baik-baik saja?. Sungguh ini jauh lebih menyakitiku. Kamu bahkan seolah lupa dengan semua rasa sakit yang kamu beri"
Tak ada yang dapat aku utarakan aku hanya diam, mungkinkah selama ini itu yang ada dalam pikiranmu. Aku bahkan tak menyadari luka yang aku beri padamu. Aku tak sadar menyakitimu seperti ini.
Kamu terlihat menghela nafas panjang lalu tersenyum dengan senyuman yang terlihat memaksakan.
"Kini aku sudah bahagia dengan orang lain yang jelas berbeda dengan kamu. Terimakasih untuk semuanya." Ucapmu.
Kali ini aku yang terkejut menyadari sebuah cincin terukir di jari manismu. Meyakinkan kebenaran akan pernyataan yang baru saja kamu utarakan. Selepas itu kamu mulai perlahan pergi meninggalkanku yang masih terkejut.
Aku mulai sadar bahwa selama ini aku hanya egois dan mementingkan diriku sendiri. Aku menyakiti banyak orang, melukai banyak hati dan terus memaksakan egoku. Aku tak percaya dengan akhir dari kisah ku dengan mu yang tak berakhir dan seolah menggantung sejak awal. Semua seolah tidak nyata namun memang ini kenyataannya. Tak ada lagi yang harus aku lakukan, aku hanya akan menyesali semuanya. Dan berharap Tuhan memberi kamu kebahagiaan yang jauh melimpah dari sebelumnya dengan orang baru. Aku pun berharap aku dapat menemukan seseorang lain yang mungkin menyerupaimu. Maaf untuk harapanku yang masih saja tentang kamu. Terimakasih untuk rasa ini, aku tak akan pernah melupakan semuanya. Bagaimanapun kamu adalah bagian dari proses pendewasaanku. Terimakasih..